Sukses

KSPI Siap Gugat Permenaker 5/2023 yang Bolehkan Perusahaan Ekspor Pangkas Upah Buruh 25 Persen

Presiden KSPI dan Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyebut menyerukan para buruh melakukan mogok kerja jika upahnya dikurangi seperti yang tertuang dalam Permenaker 5/2023.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok buruh tegas menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaann Nomor 5 Tahun 2023 (Permenaker 5/2023). Aturan ini memperbolehkan perusahaan yang berorientasi ekspor untuk memotong atau memangkas upah buruh 25 persen.

Salah Satu tindakan penolakan buruh terhadap aturan ini adalah mengambil langkah hukum dengan menggugat Permenaker 5/2023 ke pengadilan.

Presiden KSPI dan Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyebut, selain melakukan gugatan, pihaknya juga akan menggeruduk kantor Kementerian Ketenagakerjaan. Hal ini sebagai respons munculnya Permenaker 5/2023 yang dinilai tak adil.

Said Iqbal menyerukan para buruh melakukan mogok kerja jika upahnya dikurangi. Sementara untuk menyikapi terbitnya Permaner No 5 Tahun 2023 tersebut, Said Iqbal menegaskan pihaknya akan mendemo Kantor Menteri Ketenagakerjaan dan mengajukan gugatan ke PTUN.

“Kami menolak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang membolehkan perusahaan padat karya tertentu orientasi ekspor membayar upah 75 persen. Hal itu jelas melanggar Undang-Undang,” kata Said Iqbal dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (16/3/2023).

Informasi, Menaker Ida Fauziah merilis Permenaker No 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Iqbal menyorot sial besaran upah dan pengurangan jam kerja.

Lebih lanjut dia menegaskan, apabila nilai penyesuaian upah ini di bawah upah minimum, itu adalah tindak pidana kejahatan.

“Saya ingatkan, Permenaker ini melanggar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang telah ditandatangani Presiden. Di mana kebijakan Presiden hanya ada upah minimum. Kenapa Menaker membuat Permenaker yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya? Padahal sudah jelas, tidak ada kebijakan Menteri. Hanya ada kebijakan Presiden. Tetapi Menaker membuat Peraturan Menteri yang melanggar kebijakan Presiden,” tegasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rentan Disalahgunakan

Lebih lanjut, dia menilai kalau Permenaker 5/2023 ini rentan disalahgunakan. Misalnya salah satu syarat menyiratkan kalau perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan karena melemahnya permintaan ekspor bisa membayar 75 persen upah.

Alasan ini, menurut Iqbal jadi hal yang tidak jelas. Mengingat lagi, dalam konteks dampak terhadap bisnis, tak hanya bisnis orientasi ekspor yang mengalami penurunan pendapatan.

Jika asumsi bayar upah lebih rendah adalah upaya penyehatan perusahaan, Iqbal mengartikan kalau Permenaker 5/2023 hanya bertujuan untuk menyelamatkan perusahaan eksportir. Sementara, perusahaan dalam negeri yang juga terdampak tidak mendapat solusi.

“Perusahaan orientasi ekspor dibolehkan membayar upah hanya 75 persen, tetapi perusahaan domestik tidak boleh. Ini diskriminatif! Apakah Menaker bermaksud mau mematikan perusahaan dalam negeri?” tegas Iqbal.

Di sisi lain, perusahaan eksportir juga diperbolehkan menyesuaikan waktu kerja. Sementara itu, Iqbal melihat soal pengurangan jam kerja, seringkali juga akan digunakan perusahaan untuk tidak membayar upah buruh.

“Misal, ada perusahaan orientasi pasar dalam negeri, perusahaan kecil, sebut saja tekstil. Bayar upah 100 persen. Tetapi ada perusahaan besar, raksasa, orientasi ekspor, misal memproduksi Uniqlo, dia boleh bayar upah hanya 75 persen Jam kerja yang domestik 40 jam seminggu, di sini hanya 30 jam dan upahnya hanya 75 persen. Bikin rusak Negara,” pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

Permenaker 5/2023

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memberikan izin pengusaha berorientasi ekspor memangkas gaji pekerjanya maksimal 25 persen. Serta menyesuaikan jam kerja buruh.

Namun pemotongan gaji atau upah pekerja dan penyesuaian jam kerja diberikan bagi perusahaan ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global.

Pemotongan upah pekerja dan jam kerja itu tetap harus berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, yang ditetapkan pada (7/3).

"Pemerintah menetapkan kebijakan penyesuaian Upah pada Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional serta untuk menjaga kelangsungan bekerja dan kelangsungan berusaha," tulis pasal 7 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, dikutip dari laman resmi Kemenaker, Rabu (15/3/2023).

Kemudian dalam pasal 8 Ayat 1 tertulis menyebutkan, perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran Upah Pekerja/Buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima.

Dalam pasal 2 dijelaskan, penyesuaian tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh.

"Penyesuaian Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku," demikian isi pasal 8 Ayat 3.

 

4 dari 4 halaman

Berikan Perlindungan

Sebelumnya dalam pasal 2, menjelaskan tujuan Permenaker terbut yakni bertujuan untuk memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja Pekerja/Buruh serta menjaga kelangsungan usaha Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yangmengakibatkan penurunan permintaan pasar.

Adapun kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang memiliki kriteria, pekerja/Buruh paling sedikit 200 orang.

Selain itu Permenaker menyebutkan, persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen. Serta produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara di benua Eropa yang dibuktikan dengan surat permintaan pesanan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.