Sukses

Normalisasi Kebijakan The Fed Bukti AS Abai Pemulihan Ekonomi Bersama

Jika saja The Fed melakukan tapering dan mempertimbangkan kenaikan suku bunga dengan baik, maka dampaknya ke emerging market pasti akan lebih terbatas.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Departemen Internasional Bank Indonesia (BI), Rudy Brando Hutabarat, menyoroti rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed). Rencana tersebut menjadi bukti bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tidak merata.

Rudy menjelaskan, seluruh dunia kini tengah berupaya memulihkan ekonominya dari dampak pandemi Covid-19. Sejauh ini beberapa negara bisa melaluinya dengan cepat, dan ada juga yang masih lambat.

"Sebagai contoh di Amerika Serikat sekarang. Kalau di Amerika pertumbuhan ekonominya pulih lebih baik. Untuk itu mereka akan melakukan namanya normalisasi kebijakan," kata Rudy dalam side event Presidensi G20 Indonesia, Selasa (15/2/2022).

Rudy pun meminta The Fed mau memperhitungkan exit policy lebih cermat, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan baik.

"Kalau kebijakan exit strategy itu dikomunikasikan dengan baik, dikalibrasi dengan baik, dan kemudian direncanakan dengan baik, maka itu akan melindung negara berkembang untuk pulih lebih kuat," sebutnya.

Dia berandai-andai, jika saja The Fed melakukan tapering dan mempertimbangkan kenaikan suku bunga dengan baik, maka dampaknya ke emerging market pasti akan lebih terbatas.

"Kalau dampak rambatan itu dapat dimitigasi, maka negara-negara berkembang yang saat ini masih dalam tahap pemulihan, maka mereka akan fokus pada pemulihannya," tuturnya.

"Sehingga ikut bareng-bareng pulih bersama negara-negara yang pulih lebih dulu. Ketika ekonomi dunia mengalami pemulihan bersama, kita akan melihat permintaan ekspor meningkat," tandas Rudy.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Presiden Jokowi Pede Hadapi Normalisasi AS

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi optimis, kebijakan pengurangan likuiditas (tapering off) Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserves (The Fed) tidak akan berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia seperti halnya di tahun 2013 lalu.

Jokowi menyatakan, ekonomi domestik dinilai mempunyai ketahanan yang cukup kuat. Hal ini tercermin dari nilai cadangan devisa Indonesia yang dinilai memadai hingga memasuki awal tahun 2022.

"Cadangan devisa pada Januari 2022 mencapai sebesar USD 141,3 miliar membawa Indonesia dalam posisi yang lebih baik dalam menghadapi tantangan eksternal pada tahun 2022. Terutama terkait normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat," tegasnya dalam Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (9/2/2022).

Selain cadangan devisa, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga kembali pada tingkat yang optimis sebesar 118,3 pada Desember 2021. Sehingga, mendorong belanja masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi dimasa sebelum pandemi, sebagaimana ditunjukkan oleh indeks belanja yang disusun oleh Survei Mandiri Sekuritas

"Kita bersyukur saat ini Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia di level 53,7 berada pada zona ekspansi per Januari 2022. Dan ini lebih tinggi dari PMI Asia di level 52,7," imbuhnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.