Sukses

Lokasi Bangunan Langgar Aturan Tata Ruang, Ini Sanksi dari Pemerintah

Pemerintah menemukan ada pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah pada pendirian bangunan di bibir pantai di Banten dan Lampung Selatan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementeria Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan telah menemukan ada pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada pendirian bangunan sekitar bibir pantai di kawasan Banten dan Lampung Selatan yang terkena tsunami pada akhir Desember 2018.

Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PPRPT) Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang, pihaknya telah terjun ke lapangan dan menemukan kemungkinan ada bangunan yang tak dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

"Ada dua kemungkinan, dibangun tanpa izin atau dibangun izinnya ada tapi nabrak RTRW. Biasalah, view-nya yang enak ke arah pantai," ungkap dia di Jakarta, Rabu (6/2/2019).

Sebagai bentuk tindak lanjut, ia mengatakan, Kementerian ATR/BPN akan membuat surat teguran kepada Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, sekaligus mendirikan plang sebagai bentuk imbauan untuk tidak mendirikan bangunan di wilayah tersebut.

"Kalau dia enggak ikut lagi baru kita sanksi pidana. Teguran akan diberikan ke Pemerintah Daerah yang keluarin izin. Dia tahu ada yang bangun kenapa enggak diperingatin, itu tugas Pemda," tegasnya.

Dia pun melaporkan sudah punya temuan terkait bangunan mana saja yang melangkahi aturan RTRW, dan memerintahkan pemilik untuk segera merelokasi gedung. "Kalau masih ada yang berdiri kita habisin (ratakan) saja," sebutnya.

"(Walaupun tidak rusak tetap direlokasi?) Tetap, karena tetap melanggar. Yang kita relokasi bukan hotel di sekitar, tapi rumah masyarakat. Hotel punya swasta, mereka yang punya duit. Itu risiko bisnis," dia menambahkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gubernur Banten Ingin Bongkar Hotel dan Villa di Bibir Pantai

Sebelumnya, Gubernur Banten, Wahidin Halim, menginginkan lokasi hunian pariwisata seperti hotel dan villa dipindahkan dari bibir pantai. Ia berkaca dari pengalaman terjangan tsunami yang meluluhlantakkan penginapan di pinggir pantai Banten beberapa waktu lalu. Dia berharap, dengan begitu tak banyak korban bila tsunami terulang.

"Kebijakan kita ke depannya ingin hotel dan villa dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi, jangan di dekat pantai. Kalau saya sih maunya gitu," kata Wahidin di Pendopo Gubernur Banten, Selasa 15 Januari 2019.

Menurutnya, pantai di Banten harus bisa dinikmati masyarakat tanpa komersialisasi. Saat ini, di dekat pantai telah banyak dibangun villa dan hotel. Akibatnya, tidak semua masyarakat bisa menikmati pantai.

"Ruang laut dan ruang pantai itu harus jadi akses yang bebas dinikmati buat masyarakat," ujarnya.

Saat ini, kata Wahidin, Pemprov Banten sedang menyiapkan jalur-jalur evakuasi untuk warga yang berwisata di kawasan Banten. Salah satunya dengan melebarkan jalan-jalan desa sekitar kawasan pariwisata dan menyiapkan ruang-ruang kosong untuk proses evakuasi.

"Jalur-jalur pengungsian dan evakuasi harusnya memang lebih dekat. Jadi, saat mereka mencari tempat aman, itu jaraknya tidak boleh jauh dari 10 meter. Contoh di Carita, orang langsung bisa naik ke atas. Nanti bisa dibuat terminal atau dibuatkan tempat-tempat untuk orang mengungsi. Kita nanti siapkan programnya," tutur dia.

Selain jalur evakuasi, WH juga sudah menyiapkan bantuan untuk pembangunan rumah-rumah penduduk yang rusak akibat tsunami. Rumah itu, kata dia, nantinya didirikan di lokasi tak terlalu jauh dari pesisir pantai namun bisa dipastikan aman jika bencana tsunami datang.

"Makanya, kita sekarang minta tanah-tanah kehutanan yang non produktif untuk lokasi lahan rumahnya. Kalau jumlahnya, saya beluim hitung lagi berapa," kata WH menyudahi.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.