Sukses

Harga Minyak Naik 3 Persen karena Harapan Stabilitas Ekonomi

China berencana untuk mengeluarkan kebijakan untuk mencegah perlambatan ekonomi sehingga mendorong kenaikan harga minyak.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik sekitar 3 persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Kenaikan harga minyak ini seiring dengan penguatan bursa saham yang didorong oleh sentimen dari China.

Negara Tirai Bambu tersebut berencana untuk mengeluarkan kebijakan untuk mencegah perlambatan ekonomi.

Mengutip Reuters, Rabu (16/1/2019), harga minyak mentah jenis Brent naik USD 1,65 atau 2,8 persen menjadi USD 60,64 per barel. Sedangkan untuk harga minyak mentah berjangka AS berakhir naik USD 1,60 atau 3,2 persen menjadi USD 52,11 per barel.

"Beberapa kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi pada 2019 tampaknya telah surut," kata director of market research Tradition Energy, Stamford, Connecticut, Gene McGillian.

"Pelaku pasar mendapat sinyal bahwa ekonomi mungkin lebih baik daripada yang diperkirakan." tambah dia.

Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China menawarkan beberapa solusi untuk mencegah perlambatan ekonomi ke jurang yang lebih dalam. Dalam penawaran tersebut terdapat beberapa stimulus fiskal.

Ini melawan sentimen negatif yang tercipta sejak hari Senin ketika harga minyak mentah turun lebih dari 2 persen setelah data menunjukkan impor dan ekspor Cina melemah.

Namun memang, sinyal positif tersebut masih sedikit terganjal sinyal dari Eropa.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

PM Inggris: Gagalnya Brexit Bisa Berakibat Bencana

Perdana Menteri Inggris, Theresa May mewanti-wanti Parlemen atas ketidaksepakatan yang berlarut di kalangan legislatif soal Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa), yang jika dibiarkan mungkin akan berujung pada kegagalan rencana itu.

Menulis di Sunday Express, PM May memohon kepada para anggota parlemen untuk mendukung perjanjian Brexit-nya dalam pemungutan suara di House of Commons (lower-houseParlemen Inggris) pada Selasa 15 Januari 2019 mendatang. Pemilihan itu akan menentukan persetujuan House of Commons terhadap paket Brexit versi PM May.

"Kegagalan untuk memberikan Brexit akan menjadi pelanggaran kepercayaan yang besar dan tak termaafkan dalam demokrasi kita", Perdana Menteri Theresa May memperingatkan, seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/1/2019).

"Tidak melakukan hal itu berisiko membuat Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan atau Brexit tidak terjadi sama sekali," lanjutnya. 

May juga dikatakan khawatir tentang prospek anggota parlemen non-penjabat menteri yang berpeluang mengambil kendali Brexit jika sang PM kalah dalam pemungutan suara Selasa nanti.

The Sunday Times melaporkan rencana kelompok lintas partai anggota parlemen untuk mengubah aturan House of Commons untuk memungkinkan gerakan para backbencher(anggota parlemen non-penjabat menteri atau posisi strategis) untuk diutamakan atas bisnis pemerintah jika Brexit versi Theresa May gagal dalam pemungutan Selasa.

Itu akan memberikan anggota parlemen biasa, alih-alih anggota parlemen penjabat menteri, kontrol atas bisnis parlementer dan mengesampingkan perdana menteri.

Satu kemungkinan adalah bahwa para backbencher kemudian dapat secara hukum memaksa pemerintah untuk menunda Brexit di luar tanggal yang ditetapkan --sebuah proposal yang telah diminta oleh beberapa anggota parlemen, kata BBC.

Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret 2019 secara otomatis, terlepas apakah kesepakatan poin-poin negosiasi Brexit telah disahkan oleh anggota parlemen atau tidak.

Menulis di Sunday Express, PM May mengatakan House of Commons memberikan suara pada kesepakatan penarikan Brexit-nya yang akan menjadi "keputusan terbesar dan paling penting yang diminta oleh setiap anggota parlemen dari generasi kita".

PM May secara luas diperkirakan akan kehilangan suara pada perjanjian penarikan yang dia capai dengan Uni Eropa, sesuatu yang beberapa menteri katakan akan menyebabkan Brexit "lumpuh".

Sang PM berkata: "Ketika Anda memilih untuk memberikan suara dalam referendum, Anda melakukannya karena Anda ingin suara Anda didengar."

"Beberapa dari Anda menaruh kepercayaan pada proses politik untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Kami tidak bisa - dan tidak boleh - mengecewakan Anda."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.