Sukses

AP I Mau Bangun Bandara Atas Air, Pemerintah Pasang Harga Tinggi

Pengembangan bandara Ahmad Yani, Semarang terkendala harga lahan yang meroket akibat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2006.

Liputan6.com, Jakarta PT Angkasa Pura I (Persero) mengakui bahwa pengembangan bandara Ahmad Yani, Semarang terkendala harga lahan yang meroket akibat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2006. Padahal bandara ini akan dibangun di atas air rawa milik pemerintah.

Sekretaris Perusahaan AP I, Farid Indra Nugraha mengungkapkan, pembangunan bandara di atas air Ahmad Yani harus merujuk pada PP
tersebut yang mencantumkan aturan main kepada siapapun yang berniat menggarap proyek di Pangkalan Udara pemerintah.

"Dulu ada Surat Keputusan Bersama 3 menteri, yakni Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Pertahanan bahwa dulu kalau mau
pakai pangkalan udara nggak bayar. Tapi sejak PP No 6/2006 terbit, jadi harus bayar," keluhnya saat berbincang dengan Liputan6.com,
Jakarta, Jumat (4/4/2014).

Lebih jauh Farid menjelaskan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menilai bahwa
pembangunan bandara yang harusnya di atas rawa justru dianggap sebagai timbunan tanah. Sehingga harus mengikuti aturan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berlaku.

"Kemenkeu punya target pendapatan tinggi, jadi mereka hitung rawa itu sebagai timbunan tanah. Jadi dari perhitungan kami seharga Rp 128 ribu per meter persegi menjadi Rp 418 ribu per meter persegi," katanya.

Dia mengaku jika bandara tersebut akan dibangun di atas air rawa seluas 88 hektare (ha). Selain itu, Farid mengatakan, pihaknya harus
membayar biaya lain termasuk profit sharing untuk setiap proyek yang dikerjasamakan dengan negara.

"Harusnya kan profit sharing dibayarkan dalam bentuk dividen di akhir tahun, tapi ini proyek belum jalan sudah minta profit sharing. Bikin
proyek jadi nggak fisible lagi. Makanya PP No 6/2006 nggak cocok untuk BUMN," terangnya.

Saat ini, kata dia, pihaknya tengah melobi DJKN untuk mengesampingkan profit sharing demi terealisasinya proyek senilai Rp 1,5 triliun itu.
Sebab, jika koridor tengah dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) terbangun, maka ekonomi di daerah akan bertumbuh signifikan.

Apalagi, sambungnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat terbatasnya mendesak AP I untuk mempercepat pembangunan bandara di atas air tersebut.

"Proses hitung-hitungan dari DJKN akan selesai dalam pekan depan. Diharapkan mereka bisa menurunkan target (harga) supaya proyek dapat
visible, jadi kami masih menunggu keputusan DJKN," pungkas Farid.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini