Sukses

Apple, Google, Microsoft dkk Digugat karena Pekerjakan Anak di Tambang Kobalt

Gugatan class action ini menggugat perusahaan seperti Apple, Alphabet (Google), Dell, Microsoft, dan Tesla sebagai terdakwa.

Liputan6.com, Jakarta - IRAdvocates mengajukan gugatan class action atas meninggal dan terlukanya pekerja anak dalam terowongan tambang kobalt di Republik Demokratik Kongo.

Kobalt merupakan elemen penting dari baterai lithium-ion yang dapat diisi ulang. Biasanya baterai lithium-ion ditempatkan di produk-produk besutan perusahaan teknologi seperti smartphone dan mobil listrik.

Gugatan class action ini menggugat perusahaan seperti Apple, Alphabet (Google), Dell, Microsoft, dan Tesla sebagai terdakwa.

Penggugat memiliki bukti perusahaan-perusahaan di atas secara khusus membantu dan bersekongkol dengan tambang yang menyalahgunakan dan mengambil untung dari anak-anak yang menambang kobalt.

Karena hal itu, anak-anak tersebut meninggal dunia atau mengalami cidera serius yang melumpuhkan.

"Anak-anak muda yang menambang kobalt tidak hanya dipaksa untuk bekerja paruh waktu, tetapi juga penuh waktu. Padahal pekerjaan tambang sangat berbahaya, mengorbankan pendidikan dan masa depan mereka," kata gugatan tersebut, mengutip laman Gizmochina, Selasa (17/12/2019).

Gugatan juga menyebutkan, anak-anak tersebut jadi cacat dan ada yang terbunuh di karena reruntuhan tambang kobalt di Kongo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kobalt untuk Baterai Lithium-ion

Disebutkan pula, kobalt merupakan kunci penting dalam baterai lithium-ion yang dipakai pada semua gadget yang dibuat oleh terdakwa dan semua perusahaan teknologi di seluruh dunia.

"Mempekerjakan anak merupakan bentuk eksploitasi kejam yang dipicu oleh keserakahan, korupsi, dan ketidakpedulian terhadap populasi orang Kongo yang tak berdaya dan kelaparan," kata gugatan tersebut.

Gugatan ini bermaksud untuk mencari keadilan dari pengadilan dan gugatan uang untuk para penambang.

Penggugat juga ingin perusahaan-perusahaan teknologi tersebut mendanai perawatan medis yang tepat untuk korban dan membersihkan dampak lingkungan.

"Ini merupakan impunitas bagi mereka yang secara ekonomi mendapat manfaat dari pekerja anak di industri pertambangan di Kongo. Anak-anak juga memiliki hak melekat dan tidak dapat dicabut. Mereka berhak dilindungi dari eksploitasi ekonomi," kata Dr Liwanga, seorang pemerhati hak anak-anak di Kongo.

(Tin/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini