Sukses

Haters Menjamur di Media Sosial, Apa Pemicunya?

Menjamurnya akun haters di berbagai platform media sosial menjadi fenomena tersendiri di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Bagi kamu yang aktif di dunia media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau platform lainnya pasti sudah tidak asing lagi dengan berbagai macam komentar (positif ataupun negatif).

Namun dengan semakin banyaknya selebritas dan tokoh ternama (seperti tokoh politik) yang aktif di media sosial, makin banyak pula akun-akun haters bermunculan.

Menjamurnya akun haters di berbagai platform media sosial menjadi fenomena tersendiri di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Ambil contoh adalah ketika pembukaan Asian Games 2018 pada 18 Agustus 2018, di mana Presiden Jokowi tampil apik ketika mengendari motor gede (moge) layaknya di film aksi menuju Stadion Glora Bung Karno (GBK).

Di saat beberapa warga Tanah Air memuji penampilannya, tak sedikit pula orang mencibir aksi tersebut sebagai pencitraan hingga membohongi masyarakat (karena tak mungkin seorang Presiden bisa melakukan hal itu).

Ada pula akun media sosial yang mempermasalahkan pengibaran bendera China dan dinyanyikannya lagu kebangsaan negara tersebut di upacara penutupan Asian Games 2018.

Padahal sebelumnya, beredar pesan berantai yang mengingatkan agar tak ada yang meributkan pengibaran bendera dan lagu kebangsaan China di akhir penutupan Asian Games 2018.

Berikut isi dari pesan berantai tersebut:

Temen-temen Grup WA yang berbahagia, malam nanti saat Closing Ceremony Asian Games ke 18 tahun 2018, pada segmen (protokol) ketiga terakhir sebelum pemadaman api akan ada pengibaran bendera China dan pemutaran lagu kebangsaan China.

Bukan, bukan karena negara kita dikuasai Aseng, namun memang seperti itu adanya sebab tuan rumah Asian Games ke 19 tahun 2022 adalah Hangzhou, China.

Bendera dan lagu kebangsaan kita juga dikumandangkan di Incheon, Korea Selatan pada Closing Ceremony Asian Games ke 17 tahun 2014. Gak percaya? Google aja.

Pesan berantai di atas kemungkinan besar sebagai pengingat agar tidak terjadi kesalahpahaman. Berkaca dari isu tersebut, apa yang membuat fenomena haters di media sosial ini tumbuh subur?

"Secara umum media sosial itu tempat orang mencurahkan perasaan, baik senang, sedih, susah dan lain-lain. Ketika perasaan satu orang disampaikan, orang lain akan mengikuti," jelas pakar media sosial Nukman Luthfie kepada Tekno Liputan6.com via sambungan telepon, Selasa (4/9/2018) di Jakarta.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Faktor Penentu

"Jadi ketika ada orang lain dengan perasaan yang sama nimbrung, lalu menuangkan rasa kekecewaan itu lebih mudah. Terlebih lagi karena ini online, ungkapan rasa kekecewaan pun semakin mudah menyebar," katanya menambahkan.

Ia menyebutkan, ada faktor penentu yang membuat haters makin menjamur di media sosial. Faktor pertama berhubungan dengan ungkapan kebencian kerap menyebar lebih cepat dan lebih kuat karena tidak tatap muka.

Haters juga tidak pernah kumpul atau bertemu secara langsung, sehingga menggunakan media sosial untuk "bertemu". Mereka juga biasanya tidak memakai nama asli, hal ini semakin membuatnya lebih berani dan vokal berujar kebencian.

"Selain menyebarkan seruan kebencian, haters juga sering menyebar berita-berita hoax atau berita palsu. Padahal mereka belum tentu mengerti apa isi berita yang mereka sebar," ucap Nukman.

3 dari 3 halaman

Berita Hoax Jelang Pilpres

Jelang pilpres tahun depan, penyebaran berita hoax dari akun-akun haters yang mendukung masing-masing calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pun dipastikan semakin marak bermunculan.

Menyikapi hal tersebut, Nukman mengatakan, "Pro dan kontra dari masing-masing pendukung capres dan cawapres pasti bakal ramai bermunculan. Namun, mereka harus buka mata bagaimana keduanya tampak akrab ketika Asian Games 2018."

"Seperti kompetisi olahraga, Pilpres 2019 nanti pasti bakalan ada yang menang dan ada yang kalah. Jangan khawatir ada perpecahan, toh pak Prabowo dan Jokowi masih memiliki hubungan yang baik dan sering diskusi walau saling berebut posisi," ujarnya melanjutkan.

Terakhir, Nukman memberikan beberapa tips bagaimana cara menyikapi haters di media sosial. "Amannya tidak usah diikutin. Kalau ada yang mem-bully dan menyebarkan hoax tinggal lapor di platform terkait."

(Dam/Ysl/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.