Sukses

Nilai Bisnis Fintech Indonesia Diestimasi Capai Rp 1 Kuadriliun

Pengguna financial technology (fintech) di Indonesia diprediksi mencapai 17 juta, dengan nilai bisnis mencapai Rp 1 kuadriliun per tahun.

Liputan6.com, Bandung - Pengguna layanan financial technology (fintech) di Indonesia diprediksi mencapai 17 juta, dengan nilai bisnis mencapai Rp 1 kuadriliun per tahun. Hal ini diungkap Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Dimitri Mahayana dalam paparan surveinya.

"Merujuk data ini, jika pengguna internet di Indonesia mencapai 130 juta, asumsinya sekitar 10-15 persen sudah memakai layanan fintech. Hitungan kami, jumlah pengguna fintech berkisar 13-17 juta," ujar Dimitri ditemui Tekno Liputan6.com di Bandung beberapa waktu lalu.

Fintech atau teknologi finansial adalah suatu inovasi di mana sektor finansial telah mengadopsi teknologi modern pada layanannya. 

 

Dimitri melanjutkan, pengetahuan masyarakat terhadap fintech semakin berkembang. Hal ini ditunjang dengan kehadiran layanan yang cepat mengimbangi industri perbankan dan keuangan yang sudah mapan puluhan tahun lamanya.

Survei menunjukkan, responden puas terhadap fintech karena layanannya mudah digunakan dan sangat cepat. Fintech sudah mampu memberikan layanan sekali klik, dengan waktu proses antara 1-5 detik, bahkan ada yang mampu 0,1 detik. 

"Selain mudah, mereka juga tak perlu pergi ke bank. Banyak Usaha Kecil Menengah (UKM) senang dengan ini. Mereka memuji layanan e-money karena bisa sambil jualan, dan keuangan beres. Kalau masih harus datang ke bank, dagangannya harus ditinggal," sambungnya.

Situasi ini bisa mendongkrak perputaran nilai bisnis fintech di Indonesia mencapai Rp1 kuadraliun per tahun. Saat ini saja, nilai bisnisnya diperkirakan baru mencapai 25 persen dari total tersebut, baik untuk jenis pembayaran (payment) maupun pinjaman (loan).

Salah satu gambaran sukses adopsi fintech adalah penjualan berbasis pesanan ojek online dari Martabak Andir, Bandung, bisa mencapai Rp 4 juta per hari atau sekitar Rp 120 juta perebulan.

Demikian pula dengan ibu rumah tangga yang berbisnis sampingan di rumah mengandalkan jasa kurir. Dimitri mencontohkan tetangganya sendiri yang mampu menjual hingga 1.000 selimut per bulan dengan bertumpu pada pembayaran online.

"Dari semuanya itu, yang perlu diwaspadai adalah sistem keamanannya. Risikonya adalah adanya serangan ke sistem keamanan. Ini sudah terjadi pada sebuah web ticketing yang dibobol miliaran rupiah," pungkasnya.

(Msu/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini