Liputan6.com, Jakarta - Invisible hand, atau secara harfiah dapat diartikan sebagai tangan tak terlihat, merupakan penggambaran untuk kekuatan tak terlihat yang menggerakkan ekonomi pasar bebas.
Pada dasarnya, konsep invisible hand merujuk pada prinsip pembentukan harga pasar melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Invisible hands mengacu pada kekuatan yang menggerakkan pasar menuju ke ekuilibrium, ketika tidak ada intervensi apapun termasuk pemerintah. Kekuatan tersebut sepenuhnya didasarkan pada interaksi di antara pelaku ekonomi di pasar.
Baca Juga
Melansir Investopedia, Minggu (21/8/2022), konsep ini datang dari Adam Smith, Bapak Ekonomi Modern yang mengenalkan sistem ekonomi modern pada 1700-an.
Advertisement
Ia mengenalkan istilah invisible hand dalam buku “Theory of Moral Sentiments” dan diulang kembali di bukunya yang lain yang melegenda yaitu “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” 1776. An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations diterbitkan selama revolusi industri pertama, dan pada tahun yang sama dengan Deklarasi Kemerdekaan Amerika.
Konsep invisible hand milik Smith itu berkembang menjadi salah satu acuan sistem ekonomi kapitalisme pasar bebas.
Hasilnya, iklim bisnis AS berkembang dengan pemahaman umum pasar swasta yang bergerak sukarela lebih produktif daripada ekonomi yang dikelola pemerintah. Contoh Invisible Hand dalam pasar modal.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Invisible Hand
Contoh invisible hand dalam pasar saham yakni ketika terjadi aksi korporasi sebuah emiten, seketika harga saham perusahaan bergerak. Dalam hal ini, invisible hand murni menggerakkan harga tanpa ada campur tangan siapapun.
Sementara yang dimaksud campur tangan pihak lain, contohnya terkait pengaturan harga di pasar modal. Dalam hal ini, pemerintah dan otoritas bursa memberlakukan batas auto reject atas (ARA) dan auto reject bawah (ARB) untuk menjaga pasar tetap stabil. Sementara dalam konsep Smith, harga diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Mengenal Apa Itu Floating Loss dan Gain
Sebelumnya, akktivitas investasi secara garis besar berujung pada untung dan rugi. Namun, sebelum buru-buru menyimpulkan rugi atau untung, bisa jadi investor tengah berada dalam posisi floating. Kondisi ini terjadi sebelum investor memutuskan untuk menjual sahamnya.
Dalam hal ini, terdapat istilah floating loss dan floating gain. Melansir berbagai sumber, ditulis Minggu (24/7/2022), floating loss dapat diartikan sebagai kondisi di mana kerugian dari penurunan harga saham yang belum direalisasikan.
Sebagai gambaran, seseorang membeli saham ABCD seharga Rp 2.000 per lembar. Namun, selama saham tersebut disimpan, harganya telah turun menjadi Rp 1.500 per lembar, sementara belum diputuskan untuk menjualnya.
Kondisi tersebut disebut sebagai floating loss. Di mana investor sudah rugi tetapi belum rugi secara materiil karena tak menjual sahamnya. Alasan seseorang tidak menjual saham ketika harga turun, kemungkinan ia memiliki keyakinan dan analisa bahwa saham akan kembali naik suatu saat nanti.
Apa Itu Floating Gain?
Lalu, apa itu floating gain?
Prinsipnya sama dengan floating loss. Bedanya, kondisi ini terjadi pada tren harga saham yang naik, tapi investor belum melakukan aksi jual. Sehingga secara materiil belum mengantongi profit karena belum ada transaksi. Misalnya, seseorang membeli saham ABCD seharga Rp 2.000 per lembar.
Selama ia menyimpan saham ABCD, telah terjadi kenaikan harga menjadi Rp 2.500 per saham. Artinya orang tersbeut mengantongi untung Rp 500 per lembar, tetapi ia memutuskan untuk tidak menjual saham ABCD.
Alasannya bisa beragam. Mungkin orang tersebut memiliki keyakinan dan perhitungan harga saham akan bergerak lebih tinggi. Sehingga secara akumulatif dapat memberikan imbal hasil yang besar di kemudian hari.
Advertisement