Sukses

Bursa Saham Asia Pasifik Anjlok Ikuti Wall Street

Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Selasa, 14 Juni 2022.

Liputan6.com, Singapura - Bursa saham Asia Pasifik anjlok pada perdagangan Selasa pagi (14/6/2022). Koreksi di bursa saham Asia Pasifik terjadi setelah indeks S&P 500 turun dan ditutup di zona bearish.

Pada awal sesi perdagangan, indeks Jepang Nikkei 225 jatuh lebih dari dua persen. Indeks Topix melemah 1,64 persen. Di Hong Kong, indeks Hang Seng turun 1,3 persen pada awal sesi perdagangan. Saham Alibaba merosot 5,15 persen. Saham teknologi lainnya seperti Tencent susut dua persen dan Netease melemah 0,43 persen.

Di bursa daratan China melemah dengan indeks Shanghai melemah 0,87 persen dan indeks Shenzhen susut 1,41 persen. Indeks saham Korea Selatan Kospi tergelincir 1,59 persen. Indeks Australia ASX 200 merosot hampir lima persen, dan salah satu dengan kinerja bursa saham terburuk di Asia. Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang melemah 1,8 persen.

Indeks S&P 500 turun hampir empat persen menjadi 3.749,63, dan berada di area bearish. Indeks S&P 500 merosot lebih dari 20 persen sejak Januari 2022.

Di Amerika Serikat, indeks saham utama merosot pada awal pekan ini. Indeks Dow Jones ambles 876,05 poin atau 2,79 persen menjadi 30.516,74. Indeks Nasdaq tergelincir 4,68 persen ke posisi 10.809.

Harapan The Fed

Wall street yang tertekan terjadi karena investor bersiap untuk kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih cepat oleh the Federal Reserve (the Fed) menyusul laporan inflasi konsumen yang lebih panas dari perkiraan pada Jumat pekan ini.

Pembuat kebijakan the Fed sekarang mempertimbangkan kenaikan suku bunga 75 basis poin. Hal itu lebih besar dari prediksi 50 basis poin. Hal itu berdasarkan laporan Wall Street.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sentimen The Fed

“Saya pikir cara sederhana untuk menjelaskannya adalah jika the Fed tidak mengendalikan inflasi sekarang, mereka mungkin memiliki masalah inflasi 10 tahun. Dan kembali keadaan ekonomi tahun 70-an,” ujar Global Head of Research Standard Chartered Bank, Eric Robertsen.

Ia menuturkan, bursa saham mulai berdamai dengan prospek itu.

Sementara itu, Direktur National Australia Bank Tapas Strickland menuturkan, aset berisiko anjlok dengan risiko resesi meningkat mengingat lonjakan imbal hasil dan harapan the Fed melakukan Volcker. Pada awal 1980-an, mantan ketua The Fed Paul Volcker membantu menjinakkan inflasi dengan menaikkan suku bunga acuan mendekati 20 persen dan membawa ekonomi ke dalam resesi.

“Jika the Fed menaikkan 75 basis poin yang akan menjadi momen Volcker yang sebenarnya dan menggarisbawahi front loading, kenaikan 50 basis poin sebaliknya akan memperkuat kemungkinan kenaikan 50 basis poin pada setiap pertemuan untuk sisa tahun ini,” ujar dia.

Imbal hasil treasury bertenor 10 tahun melihat pergerakan terbesar sejak Maret 2020 dan berada di possie 3,37 persen. Imbal hasil obligasi bertenor dua tahun juga berada di posisi 3,4 persen. Imbal hasil obligasi ini berlawanan dengan harga.

Imbal hasil obligasi tenor dua tahun yang lebih tinggi dari imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sering dipandang sebagai indikator potensial resesi. Indeks dolar AS berada di posisi 105,13.

Yen Jepang diperdagangkan di posisi 134,33 per dolar Amerika Serikat. Dolar Australia berada di posisi 0,6939. Harga minyak pada jam perdagangan di Asia untuk harga minyak Brent naik 0,11 persen menjadi USD 122,40 per barel. Harga minyak berjangka Amerika Serikat menguat 0,1 persen menjadi USD 121,05 per barel.

3 dari 4 halaman

Penutupan Bursa Asia 13 Juni 2022

Sebelumnya, bursa saham Asia anjlok pada awal pekan ini, Senin, 13 Juni 2022. Hal ini seiring koreksi tajam saham dan yen terhadap dolar Amerika Serikat di posisi 135.

Indeks Hang Seng Hong Kong terperosok 3,23 persen. Saham Tencetn turun 4,89 persen, dan Alibaba longsor 7,45 persen. Indeks Hang Seng teknologi merosot 4,4 persen.

Di Korea Selatan, indeks Kospi turun 3,52 persen ke posisi 25.04,51. Saham teknologi seperti Samsung Electronics melemah 2,66 persen dan Kakao susut 4,49 persen. Indeks Jepang Nikkei turun 3,01 persen ke posisi 26.987,44 Saham SoftBank melemah 6,85 persen. Indeks Topix turun 2,16 persen ke posisi 1.901,06.

Di Taiwan, indeks Taiex melemah 2,36 persen ke posisi 16.070,98. Saham TSMC melemah 2,64 persen. Di Shanghai, indeks Shanghai composite melemah 0,89 persen ke posisi 3.255,55. Indeks Shenzhen turun 0,29 persen ke posisi 11.99,31.

Kekhawatiran seputar situasi COVID-19 di daratan China semakin bebani sentimen investor Asia Pasifik pada awal pekan ini. Beijing menangguhkan acara olahraga, menunda kembali ke sekolah dan memperketat kontrol lainnya, hanya beberapa hari setelah melonggarkannya.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 2,6 persen. Dolar AS-Yen menyentuh 135. Yen berada di posisi 134,70 terhadap dolar AS.

Imbal hasil surat berharga AS menguat pada jam perdagangan di Asia. Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun naik menjadi 3,2 persen. Imbal hasil surat berharga AS bertenor dua tahun melonjak menjadi 3,16 persen. Sebaliknya imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor dua tahun minus 0,045 persen.

4 dari 4 halaman

Data Ekonomi China

Akhir pekan ini, sejumlah data ekonomi China termasuk produksi industri dan penjualan ritel pada Mei rilis pada Rabu pekan ini. The Fed juga akan mengumumkan keputusan suku bunganya akhir pekan ini. Hal itu setelah inflasi Amerika Serikat yang memanas dari perkiraan pada Mei 2022.

“Untuk pasar, implikasinya inflasi Amerika Serikat belum mencapai puncaknya dan sepertinya secara langsung menempatkan the Fed dalam ikatan lebih besar, berkomitmen untuk kenaikan suku bunga yang lebih besar, mungkin untuk periode lama,” ujar Ekonom Mizuho Bank, Lavanya Venkateswaran.

Ia menambahkan, hal itu belum jelas kapan akan terjadi karena banyak faktor. Termasuk ketegangan Ukraina-Rusia dan China dengan kebijakan nol COVID-19 terus memberikan tekanan pada harga pangan dan energi sambil jaga pasokan, serta rantai dibatasi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.