Sukses

Pulang ke Kotaku, Dirgahayu Yogyakarta

Yogyakarta yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merayakan ulang tahun ke-264 pada Rabu, 7 Oktober 2020.

Liputan6.com, Yogyakarta- Yogyakarta yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)  merayakan ulang tahun ke-264 pada Rabu, 7 Oktober 2020. Berbeda dengan perayaan pada tahun sebelumya pandemi Covid-19 membuat gegap gempita HUT Yogyakarta tidak tumpah ke jalan-jalan utama.

Biasanya, perayaan HUT Yogyakarta dimeriahkan sederet acara yang melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung. Sebut saja, Malioboro Coffee Night, Jogja Symphony Orchestra, dan puncaknya Wayang Jogja Night Carnival. Namun, pada tahun ini perayaan digelar secara virtual.

Perhelatan musik, tari, animasi, fashion show dan sebagainya digelar selama dua hari berturut-turut secara daring mulai pukul 19.30 sampai 20.30 WIB. Ada pula talkshow interaktif bertajuk Tumapaking Jaman Anyar yang menampilkan penggerak seni budaya Heri Pemad dan pegiat seni dari Kaledonia Baru Thierry Timan serta Jill Morgan dari Australia.

Diskusi itu membahas gerakan bersama mewujudkan Yogyakarta yang nyaman dan memperkuat karakter seni, budaya, sosial, dan tata desain arsitektur.

Perayaan secara virtual ini juga sesuai dengan tema HUT ke-264 Yogyakarta, yakni Tan Mingkuh Tumapak ing Jaman Anyar yang berarti melangkah di zaman baru. Perayaan di masa pandemi Covid-19 ini menjadi momentum bagi warga Kota Yogyakarta untuk menyatukan tekad dan saling gandeng gendong dengan optimistis menjalankan tatanan kehidupan baru untuk dapat berkarya bagi Kota Yogyakarta tercinta.

Meskipun memiliki luas wilayah tersempit di DIY, Yogyakarta justru paling dikenal sebagai nama untuk merepresentasikan provinsi ini, ketimbang empat kabupaten lainnya. Beragam julukan disematkan ke kota yang memiliki luas 32,5 kilometer persego atau sekitar 1,025 persen dari luas wilayah DIY. Sebut saja Kota Pelajar, Kota Budaya, dan Kota Pariwisata.

Seklipun wilayahnya terkecil, pertumbuhan penduduk Kota Yogyakarta justru menunjukkan angka yang sebaliknya. Jumlah penduduk kota Yogyakarta, berdasar Sensus Penduduk 2010, berjumlah 388.088 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setara. Sementara pada 2017 jumlah penduduk kota ini bertambah menjadi 422.732 jiwa dengan kepadatan 13.007,13 jiwa per kilometer persegi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ragam Momen di Tengah Pandemi Covid-19

Yogyakarta, seperti daerah lainnya, juga sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19. Kasus pertama Covid-19 yang secara resmi diumumkan Pemda DIY adalah seorang balita pada 15 Maret 2020. Setelah itu, laju Covid-19 di Yogyakarta menunjukkan dinamikanya.

Per 6 Oktober 2020, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY mencatat terdapat 2.833 kasus Covid-19 di daerah ini, dengan angka kesembuhan 2.163 kasus dan 75 kasus meninggal terkonfirmasi positif.

Berikut sejumlah momen yang mencuri perhatian di Yogyakarta selama pandemi Covid-19 dalam catatan Liputan6.com

1. Guru Besar UGM meninggal dunia karena Covid-19

Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM di Yogyakarta meninggal dunia pada Selasa (24/3/2020) dini hari. Ia masuk ke RSUP Dr Sardjito dan dirawat intensif di ruang isolasi sejak Minggu, 15 Maret lalu.

2. Lodeh tujuh rupa penolak bala

Belum genap satu bulan pandemi Covid-19 ada di Yogyakarta ketika itu, masyarakat sudah dihebohkan dengan sayur lodeh. Ada yang bilang, perintah Sultan HB X menyuruh rakyat Yogyakarta untuk membuat sayur lodeh supaya terhindar dari pagebluk atau bencana.

Sayangnya, informasi itu hoaks. Sultan HB X yang juga menjabat sebagai Gubernur DIY tidak pernah membuat aturan atau memerintahkan rakyatnya untuk membuat sayur lodeh agar terhindar dari Covid-19.

Namun soal lodeh yang konon katanya sebagai sayur tolak bala memang sudah menjadi kepercayaan dan tradisi masyarakat Yogyakarta. Tidak hanya ketika wabah atau bencana terjadi, dalam hajatan-hajatan besar seperti memulai acara pernikahan pun tak jarang sayur lodeh juga dihidangkan.

Menurut Kamaluddin Purnomo, takmir Masjid Pathok Negoro Plosokuning, lodeh yang dimaksud adalah lodeh tujuh macam atau tujuh rupa. Sesuai sebutannya, sayur lodeh tujuh rupa ini terdiri dari tujuh bahan, meliputi, kluwih, cang gleyor, terung, kulit melinjo, waluh, godhong (daun) so, dan tempe. Bahan-bahan itu ternyata memiliki filosofi masing-masing.

 

3 dari 3 halaman

Seniman Tetap Berkarya

3. Tanggap darurat yang tak kunjung selesai

Status tanggap darurat Covid-19 di Yogyakarta pertama kali ditetapkan pada 20 Maret 2020 hingga 29 Mei 2020. Sampai saat ini, status tersebut terus diperpanjang dan belum diketahui kapan berakhir.

4. Penutupan sebagian kantor BNI

Beredar foto surat edaran di grup WhatsApp yang menyatakan empat pegawai BNI Yogyakarta positif Covid-19 sehingga tujuh outlet BNI di Yogyakarta pun ditutup, Jumat (11/9/2020). Surat yang dikeluarkan pada 10 September 2020 itu ditujukan untuk Kepala Kantor OJK Yogyakarta.

BNI juga melaporkan penutupan tujuh outlet sejak 11 sampai 25 September 2020 dan kembali beroperasi pada 28 September 2020. Tujuh outlet yang dimaksud, meliputi, KCP Adisuicpto, KCP KH A Dahlan, KCP Sutoyo, KK Jogjatronik, KK Beringharjo, KK HOS Cokroaminoto, dan KK Piyungan.

5. Seniman tetap berkarya

Memasuki triwulan kedua pandemi Covid-19, seniman dan pegiat industri kreatif di Yogyakarta mulai bergerak. Adaptasi kebiasaan baru diterapkan dalam setiap perhelatan acara. Pada awalnya, mereka masih mengadakan acara dengan konsep daring.

Seiring berjalannya waktu, konsep hybrid mulai diterapkan. Acara-acara seni bisa dikunjungi secara langsung dengan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat, sebut saja ArtJog, Nandur Srawung, dan sebagainya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.