Sukses

Bikin Frustasi, Luapan Citarum Kembali Rendam Ratusan Rumah Warga

Banjir Karawang akibat luapan Sungai Citarum itu membuat petani lumbung beras Jawa Barat itu harus memanen dini padi mereka.

Liputan6.com, Purwakarta - Ratusan rumah di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat, kembali terendam banjir. Air naik ke permukiman pada Sabtu (19/11/2016) pagi sekitar pukul 04.00 WIB.

Ketinggian banjir yang merendam permukiman tersebut berkisar antara satu hingga dua meter. Banjir masuk ke rumah warga dan merendam seluruh harta benda hingga banyak warga yang tidak sempat menyelamatkannya.

"Terjadi karena Sungai Citarum dan Cibeet kembali meluap setelah debit air di kedua sungai kembali naik," kata Kaming, salah seorang petugas Badan Penanggulangan Bencana Daera Karawang.

Warga yang semula sempat pulang ke rumah masing-masing, saat ini harus kembali mengungsi dengan menempati masjid dan kantor desa setempat. Warga kini diselimuti kekhawatiran jika banjir akan berkepanjangan dan mereka harus kembali tinggal di pengungsian.

"Kemarin baru bisa pulang setelah satu minggu mengungsi, sekarang harus mengungsi lagi. Tapi harus bagaimana lagi," kata salah seorang warga korban banjir, Kusnadi.

Banjir di Karawang yang terjadi saat ini merupakan banjir susulan, mengingat sebelumnya banjir juga merendam daerah tersebut dalam sepekan terakhir.

‪Warga sepertinya sudah frustasi menghadapi bajir tahun ini. Sebab, mereka harus berulang kali membersihkan rumah dari endapan lumpur yang terbawa banjir.‬

"Kami sudah lelah. Jika banjir terus berulang, kemungkinan banyak warga yang jatuh sakit akibat kecapaian," keluh Agus.‬

‪Hal senada dikatakan warga lainnya, Asep Saefulloh. Menurut dia, pemerintah harus secepatnya melakukan langkah antisipatif agar banjir di desanya tidak terus menerus terjadi.‬

"Harusnya pemerintah mengambil langkah antisipatif, kalau sudah begini yang dibuat susah kan masyarakat," ujar dia.

Panen Dini di Lumbung Beras

Banjir luapan Sungai Citarum dan Cibeet juga berdampak pada pertanian lumbung beras di Jawa Barat itu. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kabupaten Karawang, areal sawah yang terdampak banjir mencapai 133 hektare.

Banjir membuat sebagian petani mengalami gagal tanam. Pasalnya, tanaman padi yang diperkirakan masih berusia sebulan ikut terendam dan membusuk. Selain itu, banjir juga membuat para petani gagal panen, hingga menderita kerugian yang cukup besar.

"Kalau hitungan rugi, dalam per hektare itu kurang lebih antara Rp 5 hingga 6 juta," kata Acam, salah seorang petani di Desa Sukamakmur, Kecamatan Karawang Barat, Karawang, Jumat, 18 November 2016.

Menurut Acam, para petani di wilayah Karawang Barat, saat ini terpaksa memanen dini tanaman padi mereka. Jika tidak dilakukan, mereka bakal menanggung kerugian yang lebih besar lagi.

"Kalau melihat usia padi, ya harusnya sekitar sebulanan kurang lagi baru bisa panen," ujar Acam.

Akibat panen dini, harga gabah anjlok. Jika biasa dihargai Rp 500 ribu, tengkulak saat ini hanya mau membayar Rp 350 ribu per kuintal. Itu terjadi seiring dengan kondisi gabah yang seperti membusuk.

"Luas sawah di Karawang Barat yang terendam banjir, ya banyak ya. Puluhan hektare ya," kata Acam.

Setelah mengalami gagal panen, para petani berharap adanya uluran tangan pemerintah untuk membantu mereka dalam penyediaan bibit baru di musim tanam mendatang. "Kalau bisa sama modal pengolahannya, tapi biasanya sulit kalau ngarepin dari pemerintah mah," kata Acam.


Hujan Siang Malam di Bandung

Sementara itu, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan siklus harian curah hujan pada November 2016 menguat di wilayah selatan Provinsi Jawa Barat. Hal itu disebabkan adanya pembentukan bibit siklon (vorteks) di barat daya Sumatera kawasan Samudra Hindia.

Akibatnya, Jawa Barat bagian selatan menjadi wilayah konvergensi angin, sehingga aktivitas konvektif dan hujan di wilayah tersebut terjadi secara intensif.

Menurut peneliti sains atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN, Erma Yulihastin, yang terjadi akhir-akhir ini adalah wilayah di selatan Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah menjadi wilayah konvergensi angin timuran dan angin baratan.

"Curah hujan yang tinggi di selatan Jawa Barat diakibatkan siklus harian selama 24 jam," kata Erma dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com.

Erma mengatakan siklus harian hujan itu dipengaruhi oleh angin darat, laut, angin gunung, lembah, sehingga curah hujan secara intensif terjadi di darat pada siang hingga malam hari.

Sedangkan, lanjut dia, faktor gangguan iklim lain yang bersifat global seperti Indian Ocean Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (el nino/la nina) dan Madden Jullian Oscillation masih dalam kondisi netral.

Siklus harian itu diprediksi menguat dan meluas ke arah timur dan tenggara Indonesia sampai pada Desember. Penguatan curah hujan di wilayah selatan Jawa Barat itu berdampak kepada suhu rendah saat malam hari di Kota Bandung. Keberadaan awan rendah juga membuat proses konveksi terpelihara terus hingga malam hari.

"Lalu, ditambah malam hari terjadi angin yang mengalir turun dan membawa serta uap air terkondensasi dari gunung menuju cekungan Bandung," kata Erma.

Hal itu juga menjadi penyebab saat tengah malam di Kota Bandung biasanya juga terjadi hujan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.