Sukses

Komisi VIII DPR Minta Masyarakat Tak Tergiur Haji Non-Prosedural

Menurut Maman, banyaknya jemaah yang tergiur berangkat haji di luar jalur resmi karena beberapa faktor mendasar.

OlehDelvira HutabaratDiperbarui 09 Mei 2025, 15:18 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2025, 14:53 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq menyoroti maraknya praktik keberangkatan haji non-prosedural atau keberangkatan tanpa menggunakan visa haji resmi. Ia mengatakan fenomena ini bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi besar merugikan masyarakat yang sudah menantikan beribadah ke tanah suci.

Menurut Maman, banyaknya jemaah yang tergiur berangkat haji di luar jalur resmi karena beberapa faktor mendasar. Di satu sisi, ada dorongan spiritual yang kuat dari umat Muslim untuk menyempurnakan rukun Islam dengan menunaikan haji. Di sisi lain, antusiasme masyarakat ini dimanfaatkan sejumlah oknum dan biro perjalanan yang tidak bertanggung jawab.

"Saya mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak mudah tergiur oleh bujukan, rayuan pihak-pihak yang menjanjikan harapan kita bisa berangkat haji tanpa proses antre dan juga tidak melalui proses atau prosedural yang resmi," kata Maman dalam keterangannya, Jumat (9/5/2025).

Menurut Maman, faktor maraknya fenomena haji non-prosedural adalah karena panjangnya masa tunggu (waiting list) Ibadah Haji di Indonesia. Ia menilai hal ini menjadi pemicu utama masyarakat mencari jalan pintas untuk berangkat lebih cepat.

"Ditambah poin ketiganya, kita tahu bahwa waiting list di beberapa tempat itu ada yang sampai 20 bahkan 49 tahun seperti di Bantaeng, Sulawesi. Ini yang membuat beberapa masyarakat kehilangan rasionalitas dan mereka percaya bisa diberangkatkan haji," tutur Maman.

Anggota Komisi Keagamaan DPR itu pun menambahkan, munculnya haji non-prosedural juga karena kurangnya edukasi di tengah masyarakat tentang pentingnya mengikuti prosedur resmi. Maman menyebut faktor ini turut memperburuk situasi.

"Poin keempat, ini pun karena lemahnya edukasi di tengah masyarakat bahwa haji harus betul-betul dilaksanakan melalui proses yang ketat yaitu visa haji," ungkapnya.

 

2 dari 3 halaman

Korban Penipuan

Karena berbagai faktor tersebut, kata Maman, tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban penipuan dan mengalami kerugian besar. Ia pun meminta pemerintah menindak tegas travel haji ilegal atau biro perjalanan nakal yang memanfaatkan keadaan sistem Ibadah Haji di Indonesia.

"Ini yang banyak sekali orang akhirnya terlunta-lunta, mereka tertipu setelah mengeluarkan uang begitu banyak, bahkan sampai ratusan juta, mereka-mereka yang menggunakan visa-visa non-prosedural" sebut Maman.

"Tentu kami menginginkan ada tindakan tegas dari pemerintah untuk menertibkan. Baik itu oknum ataupun juga travel-travel yang telah melantarkan jamaah kita," imbuhnya.

 

3 dari 3 halaman

Jemaah Diamankan

Seperti diketahui, kasus jemaah yang diamankan karena berangkat dengan jalur ilegal berulang kali terjadi di awal musim Haji 2025. Seperti, petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bagian perlindungan jemaah menemukan 30 orang WNI yang diduga hendak melaksanakan haji tanpa visa haji resmi. Mereka terancam dihukum membayar denda SAR 100 ribu atau sekitar Rp 448 juta.

Selain 30 WNI tersebut, ada 50 WNI lain yang sebelumnya telah ditolak masuk ke Arab Saudi. Mereka ditolak karena menggunakan visa pekerja musiman meski sudah mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah.

Kasus serupa juga ditemukan ketika Polresta Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan keberangkatan 36 jemaah haji ilegal non-prosedural. Para jemaah haji ilegal ini menggunakan dokumen visa kerja sementara.

Sementara Arab Saudi hanya memberikan izin haji (tasreh) lewat dua saluran, yaitu dengan menerbitkan visa haji lewat kantor urusan haji di 80 negara dan lewat aplikasi Nusuk bagi jemaah lebih dari 126 negara. Saudi pun telah memperketat pengamanan untuk menekan kehadiran jemaah haji ilegal yang bisa berdampak pada kenyamanan jemaah haji resmi.

 

EnamPlus