Sukses

Atasi Stunting, Hasto Kristiyanto: Kesadaran Masyarakat Perlu Dibangun

Menurut Hasto, stunting sebenarnya tak boleh terjadi, karena Indonesia kaya bahan pangan dan kuliner yang bergizi. Namun demikian, ada persoalan kultural.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyoroti persoalan stunting di Tanah Air. Untuk mengatasinya, menurutnya perlu dibangun kesadaran masyarakat bahwa anak adalah masa depan. 

"Kita bisa atasi stunting sepanjang terbangun kesadaran kita bahwa anak adalah masa depan. Jangan membuang masa depan kita. Kita harus berjuang menyiapkan anak-anak kita dengan gizi dan pendidikan yang baik," kata Hasto, saat menghadiri Bakti Sosial Bedah Minor, Sirkumsisi, dan Penyuluhan Stunting oleh Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh yang dipusatkan di RSUD Sabang, Provinsi Aceh, Sabtu (24/9/2022) dilansir Antara.

Karenanya, lanjut Hasto, kesadaran para orangtua akan petingnya pemenuhan gizi seimbang diitambah vitamin yang baik juga perlu dibangun. 

Dalam membangun kesadaran itu, perguruan tinggi perlu dilibatkan. Untuk itu, politikus PDIP ini meminta sivitas akademika Unsyiah, Universitas Islam Negeri Ar Raniry, dan Universitas Malikussaleh menggelorakan spirit agar masyarakat memiliki daya imajinasi tentang anak adalah masa depan. 

Misalnya, kampus menyiapkan menu makanan bagi balita yang harganya terjangkau dan bisa disediakan sendiri dan secara berdikari. Menurut Hasto, perguruan tinggi harus bergabung dan ikut melakukan edukasi kepada masyarakat. 

"Kita harus terdorong menyelamatkan masa depan dengan memberi gizi cukup bagi anak-anak kita. Gaya hidup harus digelorakan bahwa anak harus dipersiapkan dengan gizi dan pendidikan cukup, karena itu artinya kita menyelamatkan masa depan kita," ujar Hasto dalam siaran persnya. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Stunting Tidak Boleh Terjadi di Indonesia

Menurut dia, stunting sebenarnya tak boleh terjadi, karena Indonesia kaya bahan pangan dan kuliner yang bergizi. Namun demikian, ada persoalan kultural. 

Hasto mencontohkan daun kelor yang kaya vitamin banyak tumbuh sebagai tanaman pagar. Namun, masyarakat Indonesia menganggap makan daun kelor adalah tanda seseorang miskin.

"Faktanya kita hadapi masalah stunting. Satu dari empat anak kita itu terkena stunting. Ini bukan sekadar masalah tinggi dan berat badan. Tapi juga soal kapasitas otak anak menyerap pengetahuan dan kesehatan," kata Sekjen PDIP tersebut.

Rektor Universitas Syiah Kuala Prof Marwan menyatakan salah satu masalah utama di Aceh adalah soal kesehatan. 

"Masalah stunting, 30 persen masalahnya adalah gizi dan kesehatan. Artinya perlu kolaborasi dengan pihak di luar kesehatan. Misal, masalah sanitasi dan gaya hidup. Perlu kerja sama kita semua menyelesaikan hal ini," kata Marwan. 

Menurut Marwan, Unsyiah terus memperkuat Fakultas Kedokteran demi mengatasi masalah itu, dan siap bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota di Aceh untuk ikut terlibat. 

3 dari 3 halaman

Moeldoko Ungkap Pemerintah Serius Turunkan Stunting

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam pembangunan sumber daya manusia. Selain memberikan pendidikan yang terbaik, kata dia, pemerintah juga telah bekerja keras untuk menurunkan angka stunting.

"Bahkan saking seriusnya, urusan jamban pun dibahas dalam rapat kabinet," kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Sabtu, 17 September 2022.

Dia mengklaim kerja keras pemerintah tersebut terbukti menurunkan angka stunting di Indonesia. Moeldoko menyebut angka stunting turun menjadi 22 persen, dari sebelumnya berada di 37 persen.

"Dan targetnya pada 2024 bisa di bawah empat belas persen," ujarnya.

Moeldoko pun mengajak masyarakat khususnya para orang tua, agar benar-benar memperhatikan anak-anaknya. Mulai dari, pendidikan, gizi, pergaulan, dan lingkungan.

Menurut dia, kerja keras pemerintah tidak akan berarti apa-apa apabila masyarakat tidak bergerak melakukan perubahan. Moeldoko mencotohkan dirinya yang memiliki tekad kuat sehingga bisa menjadi seorang jenderal dan mantan Panglima TNI.

"Kita semua harus punya keinginan kuat untuk mengubah diri dan lingkungan sekitar. Contohnya saya, kalau dulu saya tidak punya keinginan kuat untuk keluar dari desa dan merantau untuk belajar dan sekolah, mungkin saya tidak akan menjadi Jenderal," jelas dia.

"Sekali lagi, hanya dengan pendidikan kita bisa mengubah hidup," sambung Moeldoko.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.