Sukses

Dirut Summarecon Agung Kabur Usai Diperiksa KPK

Mengenakan kemeja biru dan masker putih, Adrianto menghindari awak media dengan langkah cepat sambil menunduk.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk Adrianto Pitojo Adhi memilih kabur dan menghindari awak media usai diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (21/6/2022).

Adrianto Pitojo Adhi diperiksa penyidik sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton di Malioboro, Yogyakarta yang digarap anak usaha Summarecon Agung, PT Java Orient Property.

Adrianto terlihat keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 19.30 WIB. Mengenakan kemeja biru dan masker putih, Adrianto menghindari awak media dengan langkah cepat sambil menunduk.

Saat berada di luar area Gedung Merah Putih KPK, Adrianto bergegas masuk mobil yang menjemputnya. Berbagai pertanyaan awak media tak digubris Adrianto. Termasuk mengenai suap yang diberikan Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono kepada mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap izin pembangunan apartemen di Malioboro, Yogyakarta.

Hari ini, Selasa (21/6/2022) tim penyidik menjadwalkan memeriksa Direktur Utama PT. Summarecon Agung Andrianto Pitojo Adi dan Direktur Keuantan PT. Summarecon Agung Lidya Suciono.

Keduanya diminta hadir di Gedung Merah Putih KPK pada hari ini. Mereka bakal dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan lainnya.

"Andrianto Pitojo Adi (Dirut PT. Summarecon Agung) dan Lidya Suciono (Dikeu PT. Summarecon Agung) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HS (Haryadi Suyuti)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/6/2022).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Panggil Sekretaris Dirut Summarecon Agung

Selain Andrianto dan Lidya, tim penyidik KPK juga turut memanggil Sekretaris Direktur Utama PT. Summarecon Agung Yusnita Suhendra, Direktur Java Orient Property Danda Jaya Kartika, serta dua staf finance PT. Summarecon Agung bernama Christy Surjadi dan Valentina Aprilia.

Masih belum diketahui apa yang akan digali penyidik terhadap mereka. Namun belakangan tim penyidik menduga PT. Summarecon Agung sengaja menyuap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti untuk mempercepat pembangunan apartemen di Malioboro, Yogyakarta.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.

Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).

Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.

"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).

 

3 dari 3 halaman

Permohonan Izin Berlanjut 2021

Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.

"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," beber Alex.

Dia mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.

“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.

Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.

“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.