Sukses

Kata KPK soal Jarang Periksa Eks Mensos Juliari: Biar Saja Kalau Tak Mengaku

KPK jarang memeriksa mantan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka suap pengadaan bansos Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jarang memeriksa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. Juliari merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial untuk Wilayah Jabodetabek.

Deputi Penindakan KPK Karyoto membeberkan alasan jajarannya jarang memeriksa Juliari Batubara.

"Sekarang kalau ada seseorang yang mempunyai informasi, tapi dia tidak mampu membuka sama sekali, kan, kita cari. Biar saja mereka enggak mau mengaku, tapi kita cari pendukung yang ke arah sana, gitu loh," ujar Karyoto di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/1/2021).

Karyoto mengatakan, untuk mendapatkan informasi, KPK tak akan terus memeriksa satu pihak yang tak bisa diajak bekerja sama. Menurutnya, itu hanya membuang-buang waktu.

Dia menyatakan, untuk mencari sebuah informasi bisa dilakukan dengan memeriksa pihak lain yang mengetahui suatu kontruksi perkara.

"Kalau seminggu sekali bolak-balik (diperiksa), kalau hasilnya begitu saja. Saya pernah memeriksa satu orang tersangka, bisa 20 kali," kata dia.

"Karena apa? Karena pertama orang itu kronologis ceritanya panjang, dan juga keadaan orangnya kadang diperiksa lima jam bisa pusing dia, banyak kondisi-kondisi yang memengaruhi," tutur Karyoto menambahkan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

5 Tersangka Suap Bansos Covid-19

KPK menetapkan mantan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19) di wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.

KPK menduga, berdasarkan temuan awal, Juliari menerima Rp 10 ribu perpaket sembako dengan harga Rp 300 ribu. Namun menurut KPK, tak tertutup kemungkinan Juliari menerima lebih dari Rp 10 ribu. Total uang yang sudah diterima Juliari Rp 17 miliar.

KPK juga menduga Juliari menggunakan uang suap tersebut untuk keperluan pribadinya, seperti menyewa pesawat jet pribadi. Selain itu, uang suap tersebut juga diduga dipergunakan untuk biaya pemenangan kepala daerah dalam Pilkada serentak 2020.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.