Sukses

Penjelasan Jokowi soal RUU Cipta Kerja dan Tanggapan Pimpinan Buruh

Jokowi menyebut unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dikarenakan adanya hoaks dan disinformasi.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dikarenakan adanya hoaks dan disinformasi. Padahal, kata dia, sejatinya UU ini memudahkan masyarakat dalam membuka usaha baru.

Jokowi menuturkan, ada 11 klaster dalam UU Cipta Kerja yang memiliki tujuan untuk reformasi dan mempercepat transformasi ekonomi.

Klaster-klaster itu antara lain urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan. Kemudian urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.

Jokowi juga menegaskan salah satu tujuan dalam UU Cipta Kerja ini yakni menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja, termasuk pengangguran. 

Jokowi kemudian meluruskan sejumlah informasi yang simpang siur mengenai substansi dari UU Cipta Kerja tersebut. Berikut rangkumannya:

1. Hoaks soal Upah Minimum Dihapus

Jokowi membantah isu yang ramai soal UU Cipta Kerja menghapus Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Dia memastikan bahwa Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada.

"Hal ini tidak benar, karena pada faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada," jelas Jokowi saat memberikan keterangan pers terkait UU Cipta Kerja dari Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Jumat 9 Oktober 2020.

Sementara, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengakui bahwa UMK tetap ada dalam UU Cipta Kerja, namun ada persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Dia mengatakan dalam UU Cipta Kerja, yang wajib ditetapkan adalah UMP.

"Ini makin menegaskan kekhawatiran kami bahwa UMK hendak dihilangkan, karena tidak lagi menjadi kewajiban untuk ditetapkan," kata Said Iqbal dikutip keterangan persnya, Sabtu (10/10/2020).

Menurut dia, yang diinginkan buruh adalah UMSK tetap ada dan UMK ditetapkan sesuai UU 13 Tahun 2013 tanpa syarat, dengan mengacu kepada kebutuhan hidup layak (KHL).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

2. Kisruh Upah Dihitung Per Jam

Jokowi menekankan bahwa tidak ada perubahan sistem pengupahan dalam UU Cipta Kerja. Artinya, sistem pengupahan masih merujuk pada Undang-Undang Nomor UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

"Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," ucap dia.

Sementara Said Iqbal mengatakan bahwa aturan dalam omnibus law (tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU 13 Tahun 2003) memungkinkan adanya pembayaran upah satuan waktu. Hal ini bisa menjadi dasar pembayaran upah per jam.

"Adapun permintaan buruh adalah menegaskan di dalam Ommibus Law UU Cipta kerja, bahwa upah per jam tidak dibuka ruang untuk diberlakukan," tuturnya.

3 dari 5 halaman

3. Hoaks Cuti Dihilangkan

Jokowi mengaskan UU Cipta Kerja tetap menjamin berbagai macam cuti. Mulai dari, cuti sakit, cuti kematian, hingga cuti kelahiran. Sehingga, informasi soal semua cuti dihapuskan dan tidak ada kompensasinya adalah hoaks.

"Ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," tegasnya.

Di sisi lain, Said Iqbal menuturkan cuti panjang berpotensi hilang karena bukan lagi kewajiban yang harus diberikan pengusaha. Dalam UU 13 tahun 2003 Pasal 79 Ayat (2) huruf d diatur secara tegas, bahwa pengusaha harus memberikan hak cuti panjang selama 2 bulan kepada buruh yang sudah bekerja selama 6 (enam) tahun.

"Sedangkan dalam omnibus law, pasal yang mengatur mengenai cuti panjang diubah, sehingga cuti panjang bukan lagi kewajiban pengusaha," ujar dia.

"Adapun permintaan buruh adalah, semua hak cuti buruh dikembalikan sebagaimana yang diatur dalam UU 13 tahun 2003," sambung Said.

4 dari 5 halaman

4. Soal Perusahaan Bebas PHK Sepihak

Salah satu informasi yang diluruskan Jokowi terkait UU Cipta Kerja yakni, soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jokowi membantah isu perusahaan dapat melakukan PHK secara sepihak kepada pekerja.

"Apakah perusahaan bisa PHK kapan pun secara sepihak? Tidak benar. Yang benar perusahaan tidak bisa PHK secara sepihak," kata Jokowi.

Said Iqbal menjelaskan faktanya perusahaan yang melakukan PHK secara sepihak, dalam omnibus law Cipta Kerja tidak lagi dikatergorikan batal demi hukum dan upah selama proses perselisihan PHK tidak dibayar.

Hal ini, kata dia, lantaran omnibus law menghapus pasal 155 UU 13 Tahun 2003 yang mengatur soal PHK dan ketentuan apabila perusahaan melakukan pemutusan kerja.

"Jika tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa PHK tanpa izin dari lembaga penyelesaian hubungan industrial adalah batal demi hukum dan tidak ada kewajiban untuk membayar upah hak lain selama proses perselisihan berlansung, PHK akan semakin mudah," jelasnya.

Selain itu, Said menyebut dalam omnibus law PHK bisa dilakukan karena buruh mangkir (tanpa dijelaskan berapa lama mangkir, sehingga bisa hanya 1 hari) Padahal, dalam UU 13 Tahun 2003, PHK karena mangkir hanya bisa dilakukan setelah mangkir 5 hari berturut-turu dan dipanggil minimal 2 kali secara tertulis.

5 dari 5 halaman

5. Hilangnya Jaminan Sosial

Jokowi juga memastikan bahwa jaminan sosial bagi buruh dan pekerja tetap ada dalam UU Cipta Kerja.

"Kemudian juga pertanyaan benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada," tutur Jokowi.

Adapun KSPI mengungkap bahwa faktanya pegawai outsourcing dan karyawan bebas, akan mudah direkrut dan dipecat. Maka, sulit bagi mereka bekerja hingga masa pensiun.

"Sehingga tidak mendapatkan jaminan pensiun. Sekarang saja, masih banyak buruh outsourcing yang tidak mendapatkan jaminan pensiun atau jaminan sosial yang lain," ucap Said Iqbal.

Kendati begitu, Jokowi menekankan bahwa akan ada aturan turunan terkait UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR, bisa berupa PP atau Peraturan Presiden (Perpres). Jokowi menargetkan aturan tersebut dapat selesai dalam tiga bulan, setelah diundangkan.

Dia memastikan bahwa pemerintah akan terbuka menerima masukan dari semua pihak dalam membuat aturan turunan UU Cipta Kerja. Jokowi meyakini UU ini akan memperbaiki kehidupan jutaan pekerja di Indonesia.

"Kita pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah-daerah," ujarnya.

Jokowi juga mempersilahkan masyarakat yang tak setuju dengan UU Cipta Kerja mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, sistem ketatanegaraan Indonesia mengatur hal tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.