Sukses

Ketua DPR Persilakan Tempuh Jalur Hukum Jika Ada yang Tidak Terima UU Cipta Kerja

Ketua DPR Puan Maharani mengklaim, DPR telah membahas RUU tersebut dengan detail dan mengutamakan kepentingan negara.

Liputan6.com, Jakarta - RUU Cipta Kerja telah resmi disahkan menjadi Undang-Undang. Banyaknya penolakan tidak membuat pengesahan RUU tersebut ditunda.

Ketua DPR Puan Maharani mengklaim, DPR telah membahas RUU tersebut dengan detail dan mengutamakan kepentingan negara.

“Melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Melalui UU Cipta Kerja, diharapkan dapat membangun ekosistem berusaha di Indonesia yang lebih baik dan dapat mempercepat terwujudnya kemajuan Indonesia," kata Puan, Senin 5 Oktober 2020.

Puan mempersilakan masyarakat yang menolak atau tidak menerima UU tersebut untuk menempuh jalur hukum.

“Apabila undang-undang ini masih dirasakan oleh sebagian masyarakat belum sempurna, maka sebagai negara hukum terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan undang-undang tersebut melalui mekanisme yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,”katanya.

Sementara tugas DPR menurut Puan saat ini hanya melakukan pengawasan penerapan UU Cipta Kerja tersebut.

“DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat undang-undang tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa undang-undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menaker: Baca secara Utuh RUU Cipta Kerja

Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, sejak awal pembahasan Rancangan Undang-Undang RUU Cipta Kerja telah melalui dialog dengan semua lapisan, terutama kalangan buruh.

Hal itu dikatakan Ida dalam surat terbuka yang ditujukan pada buruh.

“Kepada teman-teman serikat pekerja/serikat buruh. Sejak awal 2020 kita telah mulai berdialog tentang RUU Cipta Kerja, baik secara formal melalui lembaga Tripartit, maupun secara informal. Aspirasi kalian sudah Kami dengar, sudah kami pahami. Sedapat mungkin aspirasi ini kami sertakan menjadi bagian dari RUU ini. Pada saat yang sama kami juga menerima aspirasi dari berbagai kalangan,” kata Ida dalam suratnya, Senin (5/10/2020).

Ida mengaku berusaha di titik tengah yang tidak hanya memihak pekerja, melaikan juga penggangguran.

“Saya berupaya mencari titik keseimbangan. Antara melindungi yang telah bekerja dan memberi kesempatan kerja pada jutaan orang yang masih menganggur, yang tak punya penghasilan dan kebanggaan. Tidak mudah memang, tapi kami perjuangkan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

“Saya paham ada di antara teman-teman yang kecewa atau belum puas. Saya menerima dan mengerti. Ingatlah, hati saya bersama kalian dan bersama mereka yang masih menganggur,” tambahnya.

Ida meminta buruh memikirkan masak-masak sebelum melakukan aksi mogok kerja secara massal.

“Terkait rencana mogok nasional, saya meminta agar dipikirkan lagi dengan tenang karena situasi jelas tidak memungkinkan untuk turun ke jalan, untuk berkumpul. Pandemi Covid masih tinggi, masih belum ada vaksinnya. Pertimbangkan ulang rencana mogok itu," katanya.

"Bacalah secara utuh RUU Cipta Kerja ini. Banyak sekali aspirasi teman-teman yang kami akomodir. Soal PKWT, outsourcing, syarat PHK, itu semua masih mengacu pada UU lama. Soal upah juga masih mengakomodir adanya UMK. Jika teman-teman ingin 100% diakomodir, itu tidak mungkin. Namun bacalah hasilnya. Akan terlihat bahwa keberpihakan kami terang benderang,” sambung Menteri Ida.

Ribuan buruh melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)Ida menyatakan sudah banyak permintaan buruh yang diakomodir, oleh karena itu mogok seharusnya tidak dilakukan.

“Karena sudah banyak yang diakomodir, maka mogok menjadi tidak relevan. Lupakanlah rencana itu. Jangan ambil resiko membahayakan nyawa kalian, istri, suami dan anak-anak di rumah. Mereka wajib kita jaga agar tetap sehat,” tulisnya.

“Saya mengajak kita kembali duduk bareng. Dengan semangat untuk melindungi yang sedang bekerja dan memberi pekerjaan bagi yang masih nganggur. Saya dengan antusias menunggu kehadiran teman-teman di meja dialog, bukan di jalanan. Saya percaya kita selalu bisa menemukan jalan tengah yang saling menenangkan. Kita sedang berupaya menyalakan lilin dan bukan menyalahkan kegelapan. Salam sayang saya kepada keluarga di rumah. Tetaplah sehat,” ia mengakhiri suratnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.