Sukses

Di Balik Pertemuan ‘Komandan’ DPR dan Freeport

Seskab Pramono Anung mengatakan, Jokowi dapat kapan pun bertemu dengan pimpinan PT Freeport Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya (ESDM) Sudirman Said melaporkan politikus Senayan berinisial SN ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Laporan itu atas dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang berujung pada permintaan saham.

Sudirman Said membawa bukti rekaman percakapan SN dengan beberapa orang yang diduga merupakan seorang pengusaha, R dan salah satu petinggi PT Freeport di Indonesia, MS.

Politikus pencatut nama Jokowi yang disebut Ruhut Sitompul sebagai 'komandan' dan berinisial SN dikait-kaitkan dengan Ketua DPR Setya Novanto.

Dalam surat laporan yang beredar, disebut nama Ketua DPR Setya Novanto, yang diduga mencatut nama Jokowi dan JK untuk perpanjangan kontrak perusahaan tambang PT Freeport Indonesia.

Surat diduga laporan Menteri ESDM Sudirman Said menyebut Setya Novanto mencatut nama Presiden Jokowi. (Istimewa)

 

Selain surat pelaporan, juga tersebar transkrip rekaman percakapan SN dengan bos Freeport, serta seorang pengusaha berinisial R. Menurut Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Junimart Girsang Junimart, transkrip itu bukan dari pihaknya.

"Sepanjang itu enggak bocor dari MKD. Itu hak Pak Sudirman Said untuk memberikan ke siapa saja. Pak Sudirman punya hak untuk memberikan asal dia tanggung jawab," kata Junimart di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 17 November 2015.

Dia menegaskan tidak ada kepentingan politik dalam menanggapi pengaduan Sudirman Said. Pihaknya akan fokus pelanggaran etika.

Ini transkrip yang diduga obrolan Setya Novanto catut nama Jokowi soal Freeport. (Liputan6.com/Taufiqurrahman)

Berikut cuplikan transkrip pembicaraan yang beredar tersebut:

SN: Jadi kalau pembicaraan Pak Luhut dan Jim di Santiago, 4 tahun yang lampau itu, dari 30 % itu 10 % dibayar pakai deviden.... Ini menjadi perdebatan sehingga mengganggu konstalasi....Ini begitu masalah cawe-cawe itu presiden ngga suka, Pak Luhut dikerjain kan begitu kan...Nah sekarang kita tahu kondisinya...Saya yakin juga karena presiden kasih kode begitu berkali-kali segala urusan yang kita titipkan ke presiden selalu kita bertiga, saya, pak Luhut, dan Presiden setuju sudah.

Saya ketemu presiden cocok. Artinya dilindungi keberhasilan semua ya. Tapi belum tentu kita dikuasai menteri-menteri Pak yang begini-begini.

R: Freeport jalan, bapak itu happy, kita ikut happy. Kumpul-kumpul/kita golf, kita beli private jet yang bagus dan representatif. MS: Tapi saya yakin Pak, Freeport pasti jalan.

SN: Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya ada pada Pak Luhut dan saya.

MS: Terima kasih waktunya pak.

Ketua DPR Setya Novanto bereaksi setelah inisial SN disangkutpautkan dengannya. Dia menyatakan, tidak pernah mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

"Yang pertama tentu saya melihat di media bahwa saya (dikatakan) membawa atau mencatut nama presiden. Tapi yang jelas bahwa Presiden, Wapres adalah simbol negara yang harus kita hormati dan juga harus kita lindungi," kata Setya Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 17 November 2015.

Pria yang akrab disapa Setnov ini mengatakan, dia tidak pernah bertemu secara khusus dengan Menteri ESDM Sudirman Said. Oleh karena itu, dia meminta kepada publik menanyakan langsung kepada Sudirman Said terkait politisi Senayan berinisial SN tersebut.

"Silakan tanya Pak Sudirman, saya tidak pernah ketemu Pak Sudirman secara khusus dan masalah yang berkaitan dengan ini," ujar dia.

Ketua DPR Setya Novanto keluar dari gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/11/2015). Setya belum memiliki rencana untuk meminta PT Freeport Indonesia mengklarifikasi anggota DPR yang mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden RI. (Liputan6.com/JohanTallo)

Bertemu Freeport

Setya Novanto mengaku pernah bertemu dengan perwakilan pejabat P‎T Freeport Indonesia. Dia mengatakan, selalu menyampaikan apa yang pernah ia bicarakan dengan Presiden
Jokowi.

"Saya pernah kedatangan beliau (PT Freeport Indonesia) dan saya harus menyampaikan secara jelas apa yang telah disampaikan Presiden kepada saya," kata Setnov di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 17 November 2015.

Menurut dia, hal yang disampaikannya terkait dengan masalah bagi hasil dan Corporate Social Responsibility (CSR) PT Freeport kepada masyarakat Papua.

"Apa yang jadi kepentingan rakyat, tentu ini menjadi hal yang harus saya sampaikan.‎ Apalagi Presiden dan Wapres sangat perhatian khususnya yang berkaitan dengan masalah bagi hasil dan CSR yang khusus untuk kepentingan rakyat dan khusus rakyat Papua," ujar Setnov.

"Jika saya membawa nama beliau, yang bersangkutan (Presiden dan Wapres)‎, tentu saya harus berhati-hati," sambung dia.

Politikus Partai Golkar ini mengingatkan, sebagai Pimpinan DPR, dia tidak mungkin meminta 'jatah' saham yang disebut-sebut akan dibagikan ke para petinggi negara dalam negosiasi perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia.

Wakil‎ Ketua DPR Fadli Zon yakin kalau Setya Novanto tidak mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam proses negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia‎, bahkan hingga meminta 'jatah'.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kaget dan heran mendengar kabar terdapat rekaman percakapan antara pimpinan DPR berinisial SN dengan Direktur PT Freeport Indonesia.

"Saya belum dengar rekamannya, yang jelas saya kaget. Kok bisa ada perusahaan asing merekam pimpinan lembaga negara di Indonesia lalu dibocorkan menjadi opini publik, dan bekerja sama dengan seorang menteri untuk menggunakan data itu," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Selasa 17 November 2015.

Dia juga mempertanyakan, siapa sebetulnya yang merekam dan menyampaikan rekaman itu kepada Menteri ESDM. Namun Fahri menegaskan, meskipun telah beredar transkrip percakapan yang diduga dilakukan Ketua DPR dengan Direktur Freeport, tapi hal itu tidak bisa dijadikan dasar pembenaran.

Dia menyayangkan langkah Freeport yang membuka percakapan di ruang tertutup ini, kemudian menjadikan DPR sasaran tembak.

"Percakapan itu tidak terjadi di kantor Freeport maupun di DPR," tandas Fahri.

Dia mengungkapkan, dari awal masa kepemimpinannya di DPR, banyak jajaran direksi Freeport yang ingin bertemu. Karena itu, Fahri menduga, yang aktif dalam urusan perpanjangan kontrak karya adalah Freeport.

Dia menegaskan, melihat nuansa nasional saat ini, sepertinya perpanjangan kontrak Freeport tidak akan dilakukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Reaksi Istana

Presiden Jokowi sudah mengetahui perihal pencatutan namanya oleh tokoh politikus senayan berinisial SN. Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri ESDM Sudirman Said, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah melaporkannya kepada Jokowi.

"Mengenai proses selanjutnya, Presiden dan Wakil Presiden menghormati proses yang dilakukan oleh menteri," kata Pramono di Jakarta, Selasa 17 November 2015.

Pemerintah, kata Pramono, tidak ingin terlibat dan ikut campur dalam proses di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Selain itu, Jokowi menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada Menteri ESDM Sudirman Said.

"Beliau (Jokowi) sama sekali tidak ingin terlibat dalam polemik yang berkaitan dengan persoalan Freeport," kata Pramono.

Seskab Pramono Anung mengatakan, Jokowi dapat kapan pun bertemu dengan pimpinan PT Freeport Indonesia tanpa harus melalui penghubung atau broker.

"Ada beberapa orang yang mencoba untuk menjebak kami, pemilik Freeport bertemu dengan kami. Presiden (Jokowi) menyatakan, Presiden tidak akan pernah bertemu melalui middle man (perantara) atau arrangement (pengaturan) siapa pun, karena presiden bisa bertemu dengan pemilik Freeport kapan pun," ucap Pramono.

Dia mengatakan, Jokowi sudah memiliki data baik rekaman dan transkrip yang dilaporkan Menteri ESDM.

"Dan yang namanya Presiden ini mata dan telinganya banyak, sehingga ini menjadi peringatan bagi siapa pun yang mengatasnamakan Presiden, maka perlu hati-hati," ujar Pramono.

Dia mengatakan, Presiden sama sekali tidak terpengaruh sebenarnya dengan kehebohan ini.

Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Setya Novanto bersama para delegasi negara-negara di Asia Afrika usai melakukan pembukaan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (23/4/2015). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Pramono menuturkan, Presiden Jokowi tidak pernah membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah pembagian saham maupun soal kontrak karya PT Freeport Indonesia di luar kepentingan nasional.

Dia tak memungkiri, Jokowi pernah melakukan pembicaraan dengan Freeport. Namun, kata dia, tidak pernah melenceng dari 4 hal, yaitu berkaitan dengan royalti, divestasi, pembangunan pemurnian mineral atau smelter, dan pembangunan Papua.

Dibawa Ranah Hukum

Dalam transkrip tersebut, SN menyebut nama Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan berulang kali. Lalu, apa kata Wapres Jusuf Kalla mengenai hal tersebut?

"Kalau menyebut nama kan tentu harus lebih apa, masalahnya apa, karena disebut nama saja tentu tergantung konteksnya apa," ujar JK saat ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma sebelum lepas landas menuju Filipina, Selasa, 17 November 2015.

JK enggan berpikir terlalu jauh dan menuding adanya keterlibatan oknum di pemerintahannya dalam kasus tersebut. Ia mengaku sampai saat ini masih menunggu proses penyelidikan yang dilakukan MKD DPR RI.

"Jadi kita lihat nanti pemeriksaannya di DPR dulu," ucap dia.

JK juga berencana untuk membawa kasus tersebut ke ranah hukum mengingat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said telah melaporkan hal tersebut kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

"Biar DPR ya, kemudian langkah hukum. Setelah langkah politik, kita akan selesaikan secara hukum," ucap JK seusai menghadiri acara Tempo Economic Briefing di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (17/11/2015).

Dalam kesempatan tersebut, JK membenarkan orang yang diduga menggunakan namanya dan Jokowi dalam kasus tersebut ialah Setya Novanto. Hal itu berdasarkan rekaman pembicaraan SN dengan bos Freeport yang diserahkan Menteri ESDM kepada MKD DPR.

"Kalian sudah baca kan transkripnya? Nah ya begitulah ," sahut JK. (Mvi/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini