Sukses

Ahli: Pemohon Tak Punya Landasan Hukum Gugat UU Kepolisian

Ia tidak melihat adanya kerugian konstitusional yang nyata dari para pemohon terhadap pengajuan uji materi ini.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Uji materi yang diajukan pemohon dari sejumlah LSM itu mempermasalahkan kewenangan Polri menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Ahli dari pemerintah, La Ode Husen mempertanyakan kedudukan hukum atau legal standing dari para pemohon. Ia tidak melihat adanya kerugian konstitusional yang nyata dari para pemohon terhadap pengajuan uji materi ini.

"‎Saya berpendapat, para pemohon tidak punya legal standing karena tidak jelas kerugian konstitusionalnya apa sehingga harus menggugat UU Polri dan UU LLAJ ini. Karena tidak jelas menguraikan kerugian yang nyata, maka ini tidak layak, tidak patut mengajukan uji materi," ucap La Ode dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (13/10/2015).

Menurut dia, kerugian konstitusional yang dialami pemohon harus kerugian nyata. Bukan didasarkan pada asumsi kerugian potensial. Karena itu, uji materi UU Polri dan UU LLAJ ini menjadi tidak relevan.

"Setidak-tidaknya para pemohon tidak memiliki hak gugat," ujar La Ode.

Dia menjelaskan, kewenangan Polri dalam penerbitan SIM dan menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor telah didelegasikan kepada satuan bawahan. Hal itu berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 9 Tahun 2012 tentang SIM.

Karenanya, dia menilai kewenangan Polri dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKP memiliki landasan konstitusional.

"Dengan demikian kewenangan ini tidak menjadi objek pengujian di MK. Objek permohonan ini menjadi kabur," kata dia.

Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya menggugat sejumlah pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ ke MK.

Mereka menggugat kewenangan kepolisian dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88‎ UU LLAJ. (Ali/Ado)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.