Sukses

Aturan Perjalanan Baru dari Taliban, Gerak Perempuan Afghanistan Makin Terbatas

Aturan perjalanan yang dirilis Taliban dikritik sebagai penganiayaan lanjutan terhadap perempuan Afghanistan.

Liputan6.com, Jakarta - Pada Minggu, 26 Desember 2021, Taliban merilis pembatasan perjalanan baru untuk perempuan di negara itu. Tindakan ini, melansir VOA, Senin (27/12/2021), dikritik sebagai penganiayaan lebih lanjut terhadap perempuan Afghanistan.

Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Wakil setempat membatasi seorang wanita untuk melakukan perjalanan lebih jauh dari 72 kilometer (km), kecuali ditemani kerabat dekat pria. Taliban juga menyarankan pengemudi taksi untuk menawarkan tumpangan hanya pada wanita yang mengenakan penutup kepala atau hijab Islami.

Juru bicara kementerian Sadiq Akif Mahajer menyebut "pembatasan itu sejalan dengan syariah Islam." Dekrit itu juga mengharuskan pengemudi sektor transportasi khusus pria di Afghanistan untuk menumbuhkan janggut, istirahat untuk menjalankan salat, dan tidak memutar musik di kendaraan mereka.

Pembatasan terbaru datang beberapa minggu setelah Taliban meminta saluran televisi Afghanistan berhenti menayangkan drama dan sinetron yang menampilkan aktris. Mereka pun mewajibkan pembawa berita wanita mengenakan jilbab saat on air.

Taliban secara militer kembali berkuasa di Afghanistan pada Agustus lalu. Saat itu, pemerintah yang didukung Barat dan pasukan keamanan Afghanistan runtuh pada tahap akhir penarikan militer oleh pasukan internasional pimpinan Amerika Serikat (AS) dari negara itu.

Komunitas global, bagaimana pun, belum mengakui pemerintah Taliban. Mereka juga menolak terlibat langsung dengan "kelompok garis keras" atas dasar hak asasi manusia, terutama soal hak perempuan dan masalah terorisme.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Janji Kosong Taliban

Taliban sebelumnya mencegah sebagian besar wanita Afghanistan untuk kembali bekerja dan siswi dari melanjutkan pendidikan di banyak provinsi. Ini dilakukan meski mereka menjanjikan aturan lebih moderat dibanding saat berkuasa pada 1996--2001 lalu.

Saat itu, perempuan dilarang meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki, dipaksa memakai kerudung yang menutupi mereka dari ujung kepala sampai kaki, dilarang bekerja, dan mengenyam pendidikan. Kementerian untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Taliban saat itu telah dituduh melanggar hak asasi manusia yang serius, berakibat isolasi Afghanistan dari dunia.

Amerika Serikat dan negara-negara Barat lain, serta lembaga keuangan, telah menangguhkan miliaran dolar bantuan keuangan ke Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa. Penangguhan bantuan dan sanksi telah menjerumuskan ekonomi negara itu ke dalam krisis, meningkatkan kebutuhan kemanusiaan di Afghanistan. PBB memperkirakan 23 juta orang di negara itu menghadapi kelaparan karena bertahun-tahun perang, kekeringan, dan kemiskinan.

Di sisi lain, Taliban telah mendesak Washington untuk mencairkan sekitar 9,4 miliar AS aset bank sentral Afghanistan dan menghapus pembatasan keuangan. Pihaknya menyebut, "Pemerintah baru mereka mewakili semua warga Afghanistan dan bekerja untuk menghormati hak asasi manusia semua warga sesuai hukum Islam."

3 dari 4 halaman

Gelombang Penolakan

Penolakan nyatanya juga terjadi di dalam negeri. Saluran TV yang dikelola perempuan, yang sekarang ditutup karena ancaman dan sensor Taliban, menolak menyerah.

Zahrah Nabi sedang membereskan pekerjaan yang jadi kehidupannya. Ancaman dan sensor oleh Taliban memaksa menutup proyek impiannya, sebuah stasiun televisi bernama Baano-TV yang semuanya dikelola perempuan di Kabul.

Sebuah tim yang terdiri dari teknisi, produser, editor, reporter, dan pembawa berita perempuan, mengelola saluran TV itu selama hampir empat tahun.  Ia mencoba melanjutkan stasiun TV-nya setelah pengambilalihan Taliban, tapi segera mendapati pekerjaannya disensor, terutama pada topik seperti perempuan yang berunjuk rasa menuntut hak-hak mereka.

"Pada hari protes, saya pergi ke sana. Saya hanya memasang beberapa foto di media sosial, tapi kemudian mereka menelepon dan berkata, 'Anda tidak boleh memuat foto-foto itu,'" katanya.

Stafnya yang berjumlah 50 orang telah meninggalkan negara itu karena takut pada Taliban. Namun, berbekal kamera dan komputer, Nabi berencana melanjutkan perjuangan demi kebebasan berpendapat, meski berisiko. Meski terpaksa harus menutup tempat ini, Nabi tidak menyerah. Ia berencana membayar sewa tempat itu dari kantongnya sendiri, setidaknya enam bulan lagi dengan harapan bisa membuka kembali stasiun TV-nya.

4 dari 4 halaman

Infografis Menilik Lebih Dalam Taliban

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.