Sukses

Pemilu 2024 Rusia, Akankah Vladimir Putin Jadi Capres Lagi?

Presiden Rusia Vladimir Putin telah berkuasa di negaranya sejak tahun 1999, baik itu sebagai plt. presiden, presiden, atau perdana menteri.

Liputan6.com, Moskow - Federasi Rusia sedang bersiap menyambut Pemilu 2024 -- dijadwalkan pada Maret 2024, di tengah invasi ke Rusia. Spekulasi pun muncul apakah Presiden Rusia Vladimir Putin akan kembali mencalonkan diri. 

Total masa berkuasa Putin sudah lebih panjang dari Presiden Republik Rakyat China (RRC) Xi Jinping. Presiden Vladimir Putin telah berkuasa di Rusia sejak tahun 1999 sebagai (plt.) presiden. Setelahnya ia menjadi presiden, perdana menteri, kemudian presiden lagi sejak 2012.

Pada 2020, Rusia melakukan referendum konstitusi, sehingga Presiden Putin bisa kembali mencalonkan diri sebagai presiden.

Melansir media pemerintah Rusia, TASS, Selasa (28/2/2023), juru bicara presiden Rusia masih enggan membahas apakah Vladimir Putin akan kembali mencalonkan diri lagi. Presiden Putin disebut sedang sibuk. 

"Sejauh ini, tidak ada mood kampanye pemilu. Putin memiliki banyak kerjaan," ujar jubir Kremlin Dmitry Peskov kepada media lokal Izveskia.

"Kami belum mendengar adanya pengumuman darinya apakah ia ingin atau tidak ingin maju lagi untuk kepresidenan. Maka, ini terlalu dini. Kita harus sabar," ucap Peskov.

Meski demikian, Peskov memastikan bahwa pemilu akan tetap dijalankan, walau ada keraguan apakah mungkin melakukan pilkada pada September 2023, kemudian diikuti pemilu presiden.

"Pada akhir atau pertengahan dari paruh kedua tahun ini, kita tentunya akan memasuki musim pemilihan," jelas Peskov.

Selain Vladimir Putin, pemimpin kawasan Eropa lain yang berkuasa sejak lama adalah Presiden Belarusia Alexander Lukashenko yang memegang kekuasaan sejak 1994. Lukashenko adalah sekutu politik yang dekat dengan Putin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

461 Anak Ukraina Terbunuh dalam Setahun Perang dengan Rusia

Sementara itu, Ombudsman Ukraina Dmytro Lubinets menyatakan bahwa 461 anak telah terbunuh sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina satu tahun lalu.

"Angka-angka ini belum final. Untuk mengklarifikasi ini, pekerjaan masih berlanjut di daerah yang diduduki sementara, dibebaskan, dan di mana konflik berlanjut," kata Lubinets kepada Anadolu dalam sebuah wawancara, Jumat (24/2), dikutip dari Antara, Sabtu (25/2). 

Menurut dia, saat ini sulit untuk menentukan jumlah pasti warga Ukraina yang melarikan diri dari negara itu sejak awal perang.

Sementara berdasarkan angka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat lebih dari 8 juta pengungsi Ukraina di Eropa hingga 20 Februari 2023, 5 juta diantaranya telah terdaftar dalam berbagai program perlindungan nasional negara-negara Eropa.

Lubinets lebih lanjut mengatakan ombudsman tidak tahu berapa banyak warga Ukraina yang berada di Rusia dan Belarusia, tetapi lebih dari 15 juta orang meninggalkan Ukraina berdasarkan informasi dari badan pengungsi PBB tentang jumlah mereka yang melintasi perbatasan Ukraina.

Dia juga mencatat bahwa banyak anak yang dirugikan akibat perang.

"Ada 520.000 anak Ukraina di luar negeri karena perang yang dilakukan oleh Rusia," kata dia.

3 dari 4 halaman

Ratusan Ribu Anak Jadi Pengungsi, Ribuan Kehilangan Orang Tua

Karena Rusia menghalangi akses informasi dan kontak tentang warga Ukraina yang dideportasi secara ilegal dengan segala cara, Lubinets memperkirakan jumlahnya bisa mencapai hingga 150.000 anak.

Dia juga mengatakan 6.447 anak--yang kehilangan orang tua mereka-- telah diidentifikasi. Sebanyak 1.233 di antaranya tidak memiliki keluarga.

"Sebagian besar dari anak-anak ini, yaitu 4.161 dari mereka, untuk sementara ditempatkan dengan kerabat dan kenalan. Yang lainnya berada di keluarga asuh dan panti asuhan keluarga, sementara 4.400 anak, termasuk 638 yang terkait dengan keadaan agresi militer Rusia terhadap Ukraina, diberikan status yatim piatu atau kehilangan pengasuhan orang tua,” ujar dia.

Dia juga mengatakan 2.826 anak tanpa satu atau lebih orang tua dievakuasi ke zona aman di Ukraina, dan 5.325 anak dikirim ke luar negeri.

Lubinets menambahkan bahwa kesehatan mental hampir 1,5 juta anak di Ukraina terancam, dan pendidikan 5,7 juta anak telah terganggu.

Pada 24 Februari tahun lalu, Rusia mendeklarasikan operasi militer khusus di Ukraina, yang mengakibatkan kematian sedikitnya 8.006 warga sipil dan 13.287 orang luka-luka, menurut angka terbaru PBB.

4 dari 4 halaman

Bos CIA: Putin Terlalu Percaya Diri Bisa Menaklukkan Ukraina

Ketika perang Ukraina memasuki tahun kedua, Direktur CIA William Burns mengatakan pada Minggu (26/2/2023), Presiden Rusia Vladimir Putin terlalu percaya diri pada kemampuan militernya untuk menaklukkan Ukraina.

Burns, dalam sebuah wawancara televisi, mengungkapkan bahwa kepala dinas intelijen Rusia telah menunjukkan keangkuhan dan kelewat percaya diri selama pertemuan mereka pada November 2022. Sikap itu menurutnya mencerminkan keyakinan Putin bahwa dia percaya dapat menghancurkan Ukraina, melemahkan sekutu Amerika Serikat (AS), hingga akhirnya kelelahan politik akan muncul. 

Putin, sebut Burns, cukup bertekad untuk terus melanjutkan perang. Meskipun terdapat korban jiwa, kekurangan taktis, serta kerusakan pada ekonomi dan reputasi Rusia.

"Saya rasa Putin, saat ini, sepenuhnya terlalu percaya diri dengan kemampuannya ... untuk melemahkan Ukraina," kata Burns dalam wawancara dengan CBS seperti dikutip AP, Selasa (28/2/2023).

Burns juga mengatakan Putin meremehkan tekad AS untuk mendukung Ukraina. Wawancara Burns ini muncul pada saat kritis perang Ukraina karena AS yakin bahwa China sedang mempertimbangkan apakah akan memberikan peralatan militer mematikan ke Rusia.

"Itu akan menjadi taruhan yang sangat berisiko dan tidak bijaksana," kata Burns, seraya menambahkan bahwa langkah seperti itu hanya akan semakin memperkeruh hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia itu. "Itulah mengapa saya sangat berharap mereka tidak melakukannya."

Burns melanjutkan, Presiden China Xi Jinping, telah mengamati dengan cermat bagaimana perang telah berkembang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.