Sukses

Pemimpin Oposisi Rusia Alexei Navalny Dipenjara 3,5 Tahun

Pengadilan Moskow menghukum pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny dengan penjara 3,5 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Moskow menghukum pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny dengan penjara 3,5 tahun. Hukuman itu tetap dijatuhkan meski mendapat tekanan dari negara-negara Barat dan pengunjuk rasa di dalam negeri untuk membebaskan Navalny.

Awalnya, vonis 3,5 tahun penjara itu merupakan hukuman percobaan yang harus dijalani Navalny pada Desember 2014 karena kasus penipuan terkait perusahaan kosmetik Prancis Yves Rocher, dan dia diwajibkan hadir di Layanan Penjara Federal (Federal Penitentiary Service/FSIN) Rusia secara rutin selama masa percobaan hingga akhir 2020.

Pada 2021, Pengadilan Moskow memutuskan untuk mengganti hukuman percobaan Navalny sebelumnya dengan penjara setelah FSIN menuding kritikus Kremlin itu melanggar ketentuan masa percobaan dengan tidak muncul untuk pemeriksaan rutin.

Pengacara Alexei Navalny, Olga Mikhailova mengatakan, dirinya akan mengajukan banding atas putusan pengadilan dan membawa kasus ini ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa setelah semua prosedur hukum di Rusia menemui jalan buntu.

Jika putusan tersebut berlaku, tokoh oposisi berusia 44 tahun itu kemungkinan akan menghabiskan 2,5 tahun di balik jeruji besi karena dia telah menjalani tahanan rumah selama 12 bulan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sempat Koma Diduga Diracun

Navalny ditahan oleh petugas FSIN pada 17 Januari setelah mendarat di bandara Moskow dari Jerman, tempat dia menerima perawatan medis karena diduga keracunan selama beberapa bulan terakhir.

Aktivis tersebut mengalami koma dalam penerbangan dari Kota Tomsk di Rusia ke Moskow pada 20 Agustus 2020. Dia kemudian dipindahkan ke rumah sakit di Berlin dengan dugaan gejala keracunan.

Pada awal September 2020, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan Navalny diracuni menggunakan agen saraf Novichok khas Soviet, seperti dilansir Xinhua, Rabu (3/2/2021). Namun, otoritas Rusia telah berulang kali membantah tudingan tersebut dan menuntut bukti kuat dari Jerman.

Penahanan Navalny memicu aksi unjuk rasa massal di kota-kota besar Rusia dalam dua akhir pekan terakhir saat para pendukungnya turun ke jalan untuk menuntut pembebasannya. Negara-negara Barat juga menekan Moskow untuk membebaskan Navalny.

3 dari 3 halaman

Infografis Sputnik V, Vaksin COVID-19 Pertama Dunia?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.