Sukses

Pilih Netral, Indonesia Tolak Permintaan AS untuk Tampung Pesawat Mata-Mata

Indonesia menolak proposal AS untuk menampung pesawat mata-mata.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menolak proposal Amerika Serikat untuk mengizinkan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon mendarat dan mengisi bahan bakar di Tanah Air. Hal itu diungkap empat pejabat senior Indonesia yang mengetahui masalah tersebut.

Pejabat AS membuat beberapa pendekatan "tingkat tinggi" pada Juli dan Agustus kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelum Presiden Joko Widodo menolak permintaan tersebut, kata para pejabat, seperti mengutip laman Channel News Asia, Selasa (20/10/2020). 

Perwakilan presiden dan menteri pertahanan Indonesia, kantor pers Departemen Luar Negeri AS dan kedutaan besar AS di Jakarta tidak menanggapi permintaan komentar terkait hal ini. 

Perwakilan Departemen Pertahanan AS dan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga menolak berkomentar.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Indonesia Pilih Netral

Proposisi yang muncul ketika AS dan China meningkatkan persaingan mereka untuk mendapatkan pengaruh di Asia Tenggara, mengejutkan pemerintah Indonesia, kata para pejabat, karena Indonesia memiliki kebijakan netralitas kebijakan luar negeri yang sudah lama ada. 

Selama ini Indonesia tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di sana.

P-8 memainkan peran sentral dalam mengawasi aktivitas militer China di Laut China Selatan, yang sebagian besar diklaim oleh Beijing sebagai wilayah kedaulatan. 

Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei memiliki klaim tandingan atas perairan yang kaya sumber daya itu, yang dilalui perdagangan senilai US $ 3 triliun setiap tahun.

Indonesia bukan penuntut resmi di jalur air yang penting secara strategis, tetapi menganggap sebagian Laut China Selatan sebagai miliknya. China secara teratur telah mengusir kapal penjaga pantai dan kapal nelayan China dari daerah yang diklaim Beijing memiliki klaim bersejarah.

Tetapi Indonesia juga memiliki hubungan ekonomi dan investasi yang berkembang dengan China. Indonesia tidak ingin memihak dalam konflik dan khawatir dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara adidaya tersebut, dan oleh militerisasi Laut China Selatan, menurut Menlu Retno. 

"Kami tidak ingin terjebak persaingan ini," kata Menlu Retno dalam wawancara awal September lalu. 

"Indonesia ingin menunjukkan semua bahwa kami siap menjadi partner Anda."

3 dari 3 halaman

Pesawat Investigasi China

AS baru-baru ini menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina, dan Malaysia untuk mengoperasikan penerbangan P-8 di atas Laut China Selatan, kata analis militer.

China telah meningkatkan latihan militer tahun ini, sementara AS telah meningkatkan tempo operasi navigasi, penyebaran kapal selam, dan penerbangan pengawasan.

P-8, dengan radar canggih, kamera definisi tinggi, dan sensor akustik, telah memetakan pulau, permukaan, dan alam bawah laut di Laut China Selatan setidaknya selama enam tahun.

Saat membawa sonobuoy dan rudal, pesawat dapat mendeteksi dan menyerang kapal selam dari jarak jauh. Pesawat tersebut juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak.

Pada tahun 2014, AS menuduh jet tempur China datang dalam jarak 20 kaki dan mengeksekusi laras barel di atas P-8 yang berpatroli di Laut China Selatan. Namun, China menggambarkan keluhan AS sebagai "tidak berdasar".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.