Sukses

Studi WHO Ungkap Obat Remdisivir Tak Bisa Jamin Peluang Hidup Pasien COVID-19

WHO mengungkapkan bahwa remdisivir tidak bisa mempersingkat masa rawat inap pasien maupun jaminan kehidupan pasien COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Remdesivir dari Gilead Sciences memiliki sedikit atau bahkan tidak ada efek pada durasi COVID-19 atau peluang untuk bertahan hidup. Demikian menurut sebuah uji klinis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (16/10/2020), obat antivirus di antara yang pertama digunakan sebagai pengobatan untuk COVID-19 ini adalah salah satu obat yang baru-baru ini digunakan untuk mengobati infeksi Virus Corona COVID-19 Presiden AS Donald Trump.

Hasilnya adalah dari uji coba "solidaritas" WHO, yang mengevaluasi efek dari empat rejimen obat yang potensial, termasuk Remdesivir, Hydroxychloroquine, kombinasi obat anti-HIV lopinavir / ritonavir dan interferon, pada 11.266 pasien dewasa di lebih dari 30 negara.

Studi tersebut menemukan rejimen tampaknya memiliki sedikit atau bahkan tidak ada pengaruh terhadap kematian atau lamanya perawatan di rumah sakit di antara pasien yang mengidap COVID-19, kata WHO pada Kamis 15 Oktober.

Hasil uji coba belum ditinjau dan diupload di server pracetak medRxiv.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Data WHO Tak Konsisten

Awal bulan ini, data dari penelitian Remdesivir oleh Gilead di AS menunjukkan pengobatan dapat memangkas waktu pemulihan untuk pasien COVID-19 sebanyak lima hari dibandingkan dengan plasebo dalam percobaan yang terdiri dari 1.062 pasien.

"Data yang muncul (WHO) tampak tidak konsisten, dengan bukti yang lebih kuat dari beberapa penelitian acak dan terkontrol yang diterbitkan dalam jurnal peer-review yang memvalidasi manfaat klinis Remdesivir," ujar Gilead kepada Reuters. 

"Kami prihatin data dari uji coba global label terbuka ini belum melalui tinjauan ketat yang diperlukan untuk memungkinkan diskusi ilmiah yang konstruktif, terutama mengingat keterbatasan desain uji coba."

Kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan pada hari Rabu bahwa selama penelitian, Hydroxychloroquine dan Lopinavir / Ritonavir dihentikan pada bulan Juni setelah terbukti tidak efektif, tetapi uji coba lain berlanjut di lebih dari 500 rumah sakit dan 30 negara.

"Kami sedang melihat apa yang selanjutnya. Kami sedang melihat pada anti-body monoklonal, kami melihat pada imunomodulator dan beberapa obat anti-virus yang lebih baru yang telah dikembangkan dalam beberapa bulan terakhir," kata Swaminathan.

Remdesivir menerima izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS pada tanggal 1 Mei, dan sejak itu telah diizinkan untuk digunakan di beberapa negara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.