Sukses

Luhut Ajak Negara Dunia Galang Pendanaan Campuran demi Percepatan Transisi Energi

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan, mengatakan saat ini Pemerintah Indonesia sedang mengajak negara-negara di dunia untuk bergabung dalam skema pendanaan campuran (blended finance).

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan saat ini Pemerintah Indonesia sedang mengajak negara-negara di dunia untuk bergabung dalam skema pendanaan campuran (blended finance) guna membantu negara berkembang untuk mewujudkan transisi energi lebih cepat.

Luhut mengaku telah ada beberapa negara yang telah bergabung dalam skema pendanaan campuran tersebut. Namun, ia tidak menyebutkan secara rinci negara mana yang telah tergabung.

"Banyak sedang kita galang untuk bergabung, paling tidak sudah ada berapa negara," kata Luhut saat ditemui di Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat (6/9/2024).

Adapun dengan digelarnya Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta yang berlangsung 5-6 September 2024, membuat Indonesia semakin dipandang sebagai negara yang berkomitmen untuk mencapai target nol emisi karbon atau net zero emission.

"Saya kira Indonesia, banyak orang yang tidak membayangkan Indonesia dalam 5 tahun lagi akan menjadi seperti ini. Jadi, orang melihat Indonesia menjadi negara yang sangat berhasil, mereka sangat senang sekali ada konferensi (ISF) di Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, dalam sesi tematik di ISF, Luhut mengatakan untuk mengatasi perubahan iklim membutuhkan investasi keuangan yang besar, mekanisme pendanaan yang inovatif, dan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Oleh karena itu, Luhut pun meyakini bahwa Aliansi Keuangan Campuran Global atau Global Blended Finance Alliance (GBFA) bisa menjawab kebutuhan itu, dan pihaknya menyarankan agar skema pendanaan campuran segera terealisasikan.

2 dari 3 halaman

ISF 2024, Anak Buah Menko Luhut Sebut Transisi Energi Peluang Kurangi Perubahan Iklim

Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin mengatakan, transisi energi bukan sekadar peluang untuk mengurangi perubahan iklim, tetapi juga merupakan kesempatan untuk mengamankan energi yang terjangkau dan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan salah satunya.

Hal itu disampaikan dalam gelaran Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF 2024) di Jakarta International Center, Jumat (06/09/2024).

Rachmat menyebut, transisi energi itu rumit dan membutuhkan waktu tidak ada jalan pintas, oleh sebab itu harus mengatasinya dari berbagai sudut pandang. Meskipun sains, teknologi, dan solusi yang dimiliki saat ini mungkin tidak sempurna, semuanya sudah membuat perbedaan, dan akan terus berkembang.

"Untuk menjaga momentum, kita perlu ber-investasi lebih banyak dalam teknologi, penelitian dan pengembangan, infrastruktur energi, proyek hijau, dan yang terpenting, pada sumber daya manusia kita,” ia menambahkan.

Dia menuturkan, setiap orang dan segala hal harus beradaptasi dengan kebijakan, struktur pembiayaan, praktik industri, dan perilaku konsumen semuanya perlu berkembang. Tantangan ini melampaui politik, di mana kita perlu bekerja dengan masyarakat untuk menyebarkan pemahaman dan mendorong tindakan kolektif.

 

3 dari 3 halaman

Tantangan Unik

"Meskipun masing-masing mungkin memiliki titik awal yang berbeda dan menghadapi tantangan yang unik, namun kita semua dapat berbagi kesempatan untuk berkontribusi pada gerakan keberlanjutan global. Berkali-kali saya merasakan semangat kolaborasi terbuka, dan saya tetap berharap, bahkan optimis, bahwa bersama-sama kita dapat membangun dunia yang berkelanjutan,” kata Deputi Rachmat.

Rachmat juga menegaskan, kerja sama serta kolaboratif antarnegara merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia.

"Untuk mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia, kita memerlukan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan negara berkembang, tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan. Kolaborasi bukanlah pilihan, melainkan keharusan," ujar Deputi Rachmat.

 

Video Terkini