Sukses

Rupiah Dibuka Menguat Awal Juli 2023, tapi Masih di Kisaran 15.000 per Dolar AS

Pada Senin (3/7/2023), Nilai tukar rupiah pada Senin lagi ini naik 47 poin atau 0,33 persen ke posisi 15.018 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.065 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal Juli ini menguat. Rupiah menguat setelah rilis data inflasi inti Amerika Serikat (AS) pada Jumat, 20 Juni 2023 malam waktu setempat menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

Pada Senin (3/7/2023), nilai tukar rupiah pada Senin lagi ini naik 47 poin atau 0,33 persen ke posisi 15.018 per dolar AS dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.065 per dolar AS.

"Rilis data inflasi Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Inti atau Core Price Consumption Expenditures (PCE) Index yang menurun membuka ekspektasi bahwa Bank Sentral AS, The Fed, bisa melonggarkan kebijakan pengetatan moneternya ke depan," kata Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra, dikutip dari Antara.  

Dengan demikian, Ariston mengatakan kondisi tersebut bisa mendorong pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.

Inflasi inti AS, yang diukur dengan perubahan Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Inti menurun menjadi 4,6 persen pada Mei 2023 dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) dari 4,7 persen (yoy) pada April 2023. Indeks inflasi inti ini menjadi salah satu dasar The Fed untuk menentukan arah kebijakan.

Di sisi lain, pasar masih mewaspadai isu pelambatan ekonomi global di mana perlambatan sudah terjadi di Eropa dan China.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur China yang akan dirilis sebentar lagi akan memberikan petunjuk ke pelaku pasar. Kekhawatiran ini bisa mendorong pelaku pasar kembali masuk ke aset aman.

Menurut dia, pasar juga masih berekspektasi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat bulan Juli ini, sehingga perkembangan terbaru data AS yang positif bisa memperkuat ekspektasi tersebut dan bisa mendorong penguatan dolar AS kembali.

Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS tercatat naik tipis 0,06 persen ke level 102,97.

Sentimen Dalam Negeri

Dari dalam negeri, Ariston menilai pasar berekspektasi data inflasi bulan Juni 2023 akan kembali menurun. Ekspektasi pasar inflasi tahunan Indonesia bisa menurun ke level 3,64 inflasi (yoy) pada Mei 2023 yang berada di level 4 persen (yoy).

"Inflasi yang mereda dan stabil bisa mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia," tuturnya.

Maka dari itu, dirinya memperkirakan kurs Garuda berpeluang menguat ke arah 15 ribu per dolar AS sepanjang hari ini, dengan potensi resisten di kisaran  15.080 per dolar AS.

Pada akhir perdagangan Jumat 30 juni 2023, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,48 persen atau 72 poin menjadi Rp15.065 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.993 per dolar AS.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Skenario Redenominasi Rupiah Bank Indonesia, Ubah Rp 1.000 jadi Rp 1

Sebelumnya, Bank Indonesia kembali menyuarakan mengenai implementasi redenominasi rupiah. Pada prinsipnya, Bank Sentral tesebut sudah siap dengan segala tahapan dan skenario redenominasi rupiah.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan, hanya ssaja, saat ini pihaknya tengah menunggu momen yang tepat untuk menerapkan redenominasi rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 tesebut.

"Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain dan tahapan-tahapannya, baik secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya," kata Perry seperti ditulis, Selasa (27/6/2023).Redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang rupiah. Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat.

Sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, dimana yang dipotong hanya nilai uangnya. Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja.

Artinya, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Asal tahu saja, Bank Indonesia sebenarnya sudah pernah memaparkan hal ini kepada DPR beberapa tahun lalu melalui Rancangan Undang-Undang Redenominasi.

Dalam RUU tesebut, pelaksanaannya pun membutuhkan waktu minimal tujuh tahun. Dari tujuh tahun tersebut, dua tahun akan digunakan sebagai masa persiapan. Persiapan ini akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku ekonomi lainnya.

Setelah itu baru kurun waktu lima tahun akan digunakan sebagai masa transisi, sebelum nantinya menghapus mata uang lama dari peredaran.

Uang transisi ini akan diedarkan dan digunakan kurang lebih selama lima tahun. Jika semuanya sudah terbiasa, maka Bank Indonesia akan mencetak uang dengan desain baru dengan angka yang baru.

3 dari 4 halaman

Sudah Banyak Terapkan

Dikutip dari laman Kemenkeu, jika melihat fenomena di masyarakat, pada saat ini tanpa disadari sebenarnya masyarakat secara tidak langsung telah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal.

Jika kita berjalan-jalan di mall, restoran, café, atau bioskop, terpampang daftar harga atau tarif dengan embel-embel “K” dibelakang digitnya.

Contohnya untuk menu nasi soto ayam seharga Rp30.000 per porsi hanya dicantumkan 30 K saja. ‘K’ di sini memiliki arti umum kelipatan seribu. Atau harga kudapan di bioskop, sekantong popcorn seharga Rp 42.000 hanya dicantumkan 42 K saja.

4 dari 4 halaman

Pasar Tradisional

Bahkan di pasar-pasar tradisional kalau kita perhatikan, transaksi antara pedagang dan pembeli juga sudah mulai sederhana dalam penyebutan nominal rupiah saat tawar-menawar.

Misalnya, pedagang buah menawarkan sekilo jeruk dengan harga Rp30.000, dan pembeli menawarnya hanya menyebut 20 saja yang artinya Rp20.000 per kilogram.

Dari fenomena tersebut, tanpa disadari, sebetulnya masyarakat secara tidak langsung sudah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Artinya selama ini tidak ada ketentuan resmi dari otoritas moneter Bank Indonesia, namun masyarakat sudah biasa melakukannya dalam transaksi dan pencatatan rupiah sehari-hari.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.