Sukses

Kemnaker: Indonesia Tak Kenal Sistem No Work No Pay

Pengusaha mengusulkan sistem kerja no work no pay untuk menghindari aksi PHK untuk menyelamatkan keuangan perusahaan.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tidak menjalankan sistem fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar). Oleh karena itu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak akan menjalankan usul pengusaha mengenai sistem pengupahan no work no pay untuk meminimalisir risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Negara ini tidak mengenal istilah (pengupahan) no work, no pay," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri dalam konferensi pers Perppu Cipta Kerja di Jakarta, Jumat (6/1/2023).

Jika perusahaan mengalami kesulitan finansial maka harus diselesaikan dengan dialog bipartit bersama pegawai. Kesepakatan antara kedua belah pihak harus bersifat tertulis dan tercatat di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).

"Jadi, Kalau ada kebijakan fleksibilitas jam kerja dan upah itu harus berdasarkan kesepakatan bipartit antara pengusaha dan pekerja. (Hasilnya) itu harus tertulis kesepakatannya, kemudian dicatat ke Dinas Tenaga Kerja," jelas Dirjen Indah.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan aturan berisi fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay atau tidak bekerja tidak dibayar. Permintaan itu digaungkan untuk mencegah adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

"Kalau bisa dipertimbangkan, harapan kami ada satu Permenaker (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan) yang mengatur fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay," kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J Supit dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11).

Anton mengatakan, saat ini iklim dunia usaha sedang menurun akibat pelemahan ekonomi di berbagai negara. Sehingga, no work no pay dapat menjadi opsi untuk menghindari aksi PHK untuk menyelamatkan keuangan perusahaan.

"Order kami menurun 50 persen atau katakanlah 30 persen. Kami tidak bisa menahan. Satu dua bulan masih oke, tapi kalau sudah beberapa bulan atau setahun, pilihannya memang harus PHK massal," ucap Anton.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perppu Cipta Kerja: Korban PHK Bisa Terima Pesangon 9 Kali Upah, Ini Rincian Aturannya

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) turut mengatur soal pembayaran pesangon hingga uang penghargaan bagi karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusny diterima," dikutip dari Pasal 156 ayat (1) Perppu Cipta Kerja, Rabu (4/1/2023).

Untuk pembayaran pesangon, itu diberikan tergantung lama masa kerja si korban PHK, dengan maksimal uang pembayaran hingga 9 kali gaji.

Sementara buruh yang kena putus kontrak dengan masa kerja kurang dari setahun akan menerima pesangon 1 kali upah, dan yang durasinya lebih dari setahun berhak mendapat 2 kali upah.

Berikut rincian besaran uang pesangon bagi para korban PHK dalam Pasal 156 ayat (2) Perppu Cipta Kerja:

a. masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah

b. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah

c. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah

d. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah

e. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah

f. masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah

g. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah

h. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah

i. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

 

3 dari 3 halaman

Uang Cuti

Perppu Cipta Kerja dalam Pasal 156 ayat (4) juga mengatur uang penggantian hak bagi para karyawan yang diputus hubungan kerjanya. Itu diberikan untuk mengganti beberapa hak pegawai yang belum diambil selama masa kerjanya, antara lain:

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat pekerja/buruh diterima bekerja

c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah," tutup Pasal 156 Perppu Cipta Kerja.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.