Sukses

Indonesia Harus Bersiap Hadapi Krisis Energi Tahun Depan

Hahun depan beberapa sektor di Indonesia yang terkena dampak dari resesi global. Kendati begitu, meskipun begitu, ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di kisaran 4,5 – 5 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior dan Co-Founder Creco Research Institute Muhammad Chatib Basri, menegaskan bahwa tahun 2023 itu bukan tahun yang mudah dan pasti akan ada dampak terhadap perekonomian Indonesia, terutama sektor yang export oriented.

“Saya hanya ingin menyampaikan bahwa 2023 itu bukan tahun yang mudah memang dan pasti akan ada dampak kepada ekonomi kita terutama sektor yang lain yang misalnya export oriented,” kata Chatib Basri dalam acara Bank BTPN Economic Outlook 2023, Senin (5/12/2022).

Menurutnya, di tahun depan pasti akan ada sektor di Indonesia yang terkena dampak dari resesi global. Kendati begitu, meskipun tahun depan diprediksi akan terjadi perlambatan ekonomi, Indonesia masih akan tumbuh dikisaran 4,5 – 5 persen.

“Saya kira Indonesia masih akan bisa tumbuh di kisaran 4,5 persen sampai 5 persen. Jadi, mungkin tidak seburuk seperti yang kita bayangkan. Jadi masih bisa tumbuh sejalan juga dengan tadi target Bank Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, dalam paparannya Chatib mengatakan yang perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah Indonesia adalah risiko krisis energi di Eropa.

“Mengenai resiko krisis energi di Eropa, yang terjadi dengan perang Rusia-Ukraina saat ini bahwa sebagai retaliasi sanksi negara-negara Eropa, itu Rusia melakukan pembatasan supply gas ke negara-negara Eropa termasuk Jerman,” katanya.

Kata dia, bisa dibayangkan bahwa sumber energi di Jerman berasal dari gas yang dipasok dari Rusia. Sekarang sudah memasuki musim dingin, maka jika gasnya tidak ada maka sistem penghangat di Jerman tidak jalan.

Dalam kondisi seperti ini maka menjelaskan kenapa harga gas itu naik signifikan, dan Jerman itu tidak mungkin hidup dengan pasokan gas yang terbatas. Itulah yang menyebabkan producer price index di Jerman naik di angka 34,5 persen dan inflasinya naik di 10 persen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Adaptasi dan Penyesuaian

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa dengan kondisi seperti membuat sektor manufaktur di Jerman akan mengalami collapse.

“Tetapi inilah satu penyesuaian kemampuan orang melakukan adaptasi dan inovasi. Ternyata German itu berhasil melakukan penyesuaian, sehingga terjadi energi efisiensi hampir seperlima, dan kemudian stok gas di Jerman targetnya di September itu 80 persen tangkinya terpenuhi, dan sekarang 95 persen di Eropa itu,” ujarnya.

Itulah yang menjelaskan harga gas menjadi turun. Ketika harga gas baik dan supply tidak tersedia maka yang dilakukan German pada beberapa bulan lalu yakni memindahkan sumber energi untuk listriknya kepada batubara.

“Ini menjelaskan mengapa harga batu bara sempat di atas USD 400. Indonesia diuntungkan dengan ini,” ujarnya.

Tetapi dengan efisiensi yang terjadi dimana harga gasnya mulai turun dan permintaan terhadap batubaranya mulai melambat. Namun, beberapa hari ini naik lagi. Jadi, ketidakpastian ini yang akan sangat menentukan kondisi krisis energi di Eropa.

“Inilah yang kemudian menimbulkan tekanan pada negara-negara Eropa akibat dari inflasi ini, kenaikan dari energi price ini maka European Central Bank (ECB) memutuskan untuk menaikkan tingkat bunganya,” pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

BI Prediksi Ekonomi Global Cuma Bisa Sentuh 2,6 Persen

Bank Indonesia memproyeksikan dalam skenario terburuk pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 hanya di kisaran 2,6 persen. Bahkan bisa kurang dari angka tersebut, karena inflasi global diprediksi masih tinggi dan suku bunga tinggi juga berlanjut.

Hal itu disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, dalam acara Bank BTPN Economic Outlook 2023, Senin (5/12/2022).

“Proyeksi 2,6 persen di 2023 ini pun masih punya potensi akan terkoreksi ke bawah oleh beberapa lembaga internasional, meskipun nanti 2024 perekonomiannya sudah akan membaik,” kata Dody Budi Waluyo.

Di sisi lain, Bank Indonesia memperkirakan inflasi global tembus di angka 9,2 persen pada tahun 2022. Namun, menjelang awal tahun 2023 diproyeksikan akan turun ke kisaran 5,2 persen.

Penurunan tersebut bakal terjadi, lantaran sebagian inflasi negara maju yang tinggi saat ini sudah mulai mengalami penurunan. Namun, untuk suku bunga globalnya masih diprediksi akan tetap berlanjut dan tinggi di tahun 2023.

“Kalau kita melihat dari perkembangannya, diperkirakan inflasi yang sebagian besar yang didorong oleh kelangkaan pasokan pangan dan energi, akan mencapai di tahun 2022 ini sebesar 9,2 persen (inflasi) secara global dan itu akan menurun di tahun 2023 ke angka 5,2 persen,” ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Suku Bunga

Adapun suku bunga global yang diprediksi masih berlanjut tinggi, karena kebijakan ini ditempuh berbagai bank sentral di seluruh dunia guna memastikan inflasi kembali turun ke dalam tren jangka panjangnya.

Bank Indonesia memperkirakan The Fed masih akan terus menaikkan suku bunga dengan terminal rate di sekitar 4,75 persen hingga 5 persen pada kuartal I-2023.

“Dalam bacaan kami Fed sendiri terminal ratenya masih di sekitaran 4,75 persen – 5 persen pada triwulan I-2023 sebelum nanti bergerak landai. Kita tahu inflasi di berbagai negara sudah mulai pada tahapan menurun,” pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.