Sukses

Menteri Bahlil: Tak Semua Negara Senang Lihat Indonesia dan ASEAN Maju

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia tidak semua negara mendukung perkembangan negara-negara di ASEAN dan Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menekankan pentingnya kekompakan di antara negara anggota ASEAN untuk menciptakan posisi tawar (bargaining power) yang kuat dalam tataran global.

Menurut Bahlil, tidak semua negara mendukung perkembangan negara-negara di ASEAN. Sebagai contoh dalam hal transformasi ekonomi yang ditargetkan Indonesia melalui hilirisasi sumber daya alam, terutama mineral.

"Indonesia mengalami hal ini saat ini. Ketika kita sedang fokus melakukan hilirisasi terhadap nikel untuk membuat baterai mobil dan sebagian negara itu memprotes kami di WTO (World Trade Organization). Ini contoh kecil, tapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi pada negara-negara lain," ungkap Bahlil dalam keterangan tertulis, Kamis (15/9/2022).

Merespon Asean Investment Report (Laporan Investasi ASEAN) 2022 yang disusun oleh UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), Bahlil mengajak negara di kawasan Asia Tenggara untuk merumuskan prioritas bersama dan saling menguatkan dengan pendekatan pada keunggulan komparatif di masing-masing negara.

"Sebab saya punya keyakinan bahwa kita kuat, tapi kita masih belum fokus pada masing-masing dalam memberikan penguatan kepada sesama negara ASEAN. Saya juga mengapresiasi apa yang disampaikan okeh UNCTAD, bahwa reformasi terhadap berbagai regulasi dan pelayanan itu menjadi sesuatu yang fundamental," tegasnya.

Seperti diketahui, Uni Eropa (UE) pada November 2019 lalu resmi mengajukan gugatan kepada WTO perihal pembatasan Indonesia pada ekspor nikel, bijih besi, dan kromium yang digunakan sebagai bahan baku industri baja nirkarat (stainless steel) Eropa.

Dalam gugatannya, UE menilai Indonesia telah melanggar komitmen anggota WTO untuk memberikan akses seluasnya bagi perdagangan internasional, termasuk di antaranya produk nikel mentah.

Bahlil mengungkapkan, pengembangan hilirisasi industri berbasis sumber daya alam yang menjadi fokus pemerintah Indonesia saat ini membuahkan hasil positif dalam neraca perdagangan Indonesia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Defisit Neraca Perdagangan

Pada 2017 lalu, defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China mencapai USD 18 miliar, dan di 2021 masih tercatat defisit sebesar USD 2,5 miliar. Akan tetapi, pada semester I 2022 ini, neraca perdagangan Indonesia dengan China sudah dalam posisi surplus sebesar USD 1 miliar, dan secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia juga tercatat surplus sebesar USD 15,55 miliar.

"Ini merupakan dampak nyata dari hilirisasi sumber daya alam yang terus didorong pemerintah saat ini. Kita harus tetap on the track. Semaksimal mungkin kita perjuangkan," ujar Bahlil.

Saat ini, Indonesia sedang menunggu hasil akhir dari proses penyelesaian sengketa dagang yang dilayangkan oleh Uni Eropa dalam sidang WTO terkait larangan ekspor bijih nikel. Gugatan tersebut sedang dalam proses panel sengketa awal dan masih menunggu keputusan final dari WTO.

Pelarangan ekspor bijih nikel ini telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sejak 1 Januari 2020 lalu, dan diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral Dan Batubara.

3 dari 4 halaman

Industri Makanan Minuman Serap Investasi Rp 21,9 T per Kuartal II 2022

Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu mesin pertumbuhan sektor manufaktur dan perekonomian nasional. Kekuatan industri mamin di Indonesia didukung oleh sumber daya alam yang melimpah dan permintaan dalam negeri yang terus meningkat.

“Meski terdampak pandemi Covid-19, industri makanan dan minuman masih menunjukkan ketahanannya dengan tumbuh 3,68 persen pada kuartal II tahun 2022, meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2021 sebesar 2,95 persen,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (9/9/2022).

Pada periode yang sama, industri mamin memberikan kontribusi sebesar 38,38 persen terhadap PDB industri nonmigas sehingga menjadi subsektor dengan kontribusi PDB terbesar di Indonesia.

“Selain itu, pada Januari-Juni 2022, ekspor industri makanan dan minuman mencapai USD21,3 miliar, meningkat 9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2021 sebesar USD19,5 miliar,” ungkap Menperin.

Kinerja gemilang lainnya dari industri mamin, yakni mampu menarik investasi sebesar Rp21,9 triliun hingga kuartal II tahun 2022 dan menyerap tenaga kerja hingga 1,1 juta orang.

“Kami optimistis akan ada kontribusi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan banyak peluang yang tersedia ketika industri makanan dan minuman terus tumbuh dan menjadi lebih kompetitif,” tutur Agus.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus berupaya meningkatkan performa industri mamin melalui perpaduan kebijakan fiskal dan nonfiskal. Adapun insentif fiskal yangtelah diusulkan, antara lain tax holiday, tax allowance, super tax deduction, dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP).

“Insentif tersebut sebagai salah satu strategi untuk mendorong investasi, penguasaan teknologi, serta penguatan struktur industri yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan industri sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditentukan,” papar Agus.

Sedangkan untuk kebijakan nonfiskal, di antaranya adalah memfasilitasi promosi produk industri mamin melalui pameran di dalam maupun luar negeri.

4 dari 4 halaman

Making Indonesia 4.0

Dalam rangka mengikuti arah peta jalan Making Indonesia 4.0 dan perkembangan transformasi digital, Kemenperin berkomitmen untuk mendukung pengembangan sektor manufaktur melalui percepatan implementasi industri 4.0.

“Kebijakan ini merupakan keniscayaan untuk mentransformasikan industri agar lebih efisien dan mampu bersaing dalam skala regional dan global,” imbuhnya.

Salah satu industri prioritas yang termasuk dalam program Making Indonesia 4.0 adalah industri mamin, mengingat kontribusinya yang besar terhadap PDB dan kontribusi ekspor yang tinggi, serta penyerapan tenaga kerja yang relatif besar.

“Dengan diterapkannya industri 4.0, kami berharap industri makanan dan minuman Indonesia dapat menjadi pemain kunci di ASEAN, bahkan di Asia,” tegas Menperin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.