Sukses

Top 3: Pedagang Warteg Menjerit, Harga Cabai hingga Telur Mahal

Berikut daftar berita yang paling banyak dibaca di kanal Bisnis Liputan6.com, Selasa (21/6/2022)

Liputan6.com, Jakarta Pelaku Usaha Warung Tegal (Warteg) di wilayah DKI Jakarta mengancam akan melakukan aksi mogok berjualan. Hal ini sebagai bentuk protes terhadap pemerintah akibat mahalnya berbagai harga pangan. Seperti cabai rawit yang kini di jual di atas Rp100 ribu per kilogram.

Selain itu, harga telur ayam juga ikut melambung tinggi menjadi Rp30.000 per kilogram. Padahal, saat normal harga pangan kaya protein tersebut hanya dibanderol Rp 23 per kilogram.

Naiknya harga sejumlah bahan pokok yang direspon para pedagang warteg ini menjadi informasi yang banyak dicari pembaca. Selain itu, masih ada informasi lain yang tak kalah menarik.

Berikut daftar berita yang paling banyak dibaca di kanal Bisnis Liputan6.com, Selasa (21/6/2022):

1. Protes Harga Pangan Mahal, Pedagang Warteg Ancam Mogok Jualan

Pelaku Usaha Warung Tegal (Warteg) di wilayah DKI Jakarta mengancam akan melakukan aksi mogok berjualan. Hal ini sebagai bentuk protes terhadap pemerintah akibat mahalnya berbagai harga pangan. Seperti cabai rawit yang kini di jual di atas Rp100 ribu per kilogram.

"Kami akan melakukan aksi menghentikan jualan ya, dan ini pilihan terakhir kami jika harga-harga semakin liar," kata Mukroni saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Senin (20/6).

Mukroni mencontohkan, saat ini, harga cabai rawit merah di sejumlah pasar wilayah DKI sudah di atas Rp 100 ribu per kilogram. "Selain cabai, minyak curah juga mahal. Rata-rata Rp18.000 per liter. Sulit untuk menjumpai yang sesuai harga eceran tertinggi (HET)," imbuh Mukroni.

Mukroni menambahkan, harga telur ayam juga ikut melambung tinggi menjadi Rp30.000 per kilogram. Padahal, saat normal harga pangan kaya protein tersebut hanya dibanderol Rp 23 per kilogram.

Baca artikel selengkapnya di sini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

2. Harga Cabai Menggila, Tembus Rp 140 Ribu per Kg Susul Daging Sapi

Harga cabai di wilayah DKI Jakarta kian pedas. Melansir dari laman infopangan.jakarta.go.id Senin (20/6), harga rata-rata cabai rawit merah di pasar tradisional wilayah Jakarta dibanderol Rp 108.404 per kilogram (kg).

Harga cabai rawit tertinggi berada di Pasar Paseban mencapai Rp140.000 per kg pada data terakhir Minggu (19/6). Angka ini naik Rp40.000 per kg dari harga sebelumnya Sabtu (18/6).

Kemudian, harga cabai rawit mahal juga dijumpai di Pasar Pluit, Pasar Koja Baru, Pasar Kalibaru, Pasar Pal Merah, Pasar Pos Pengumben, Pasar Mampang Prapatan, Pasar Tebet Barat yang masing-masing dijual Rp120.000 per kg.

Adapun, harga cabai rawit merah di Pasar Cipete, Pasar Johar Baru, Pasar Ujung Menteng, Pasar Cijantung dijual lebih murah mencapai Rp 95.000 per kg. “Harga terendah di Pasar Anyer Bahari Rp85.000 per kg,” tulis infopangan.

Baca artikel selengkapnya di sini

3 dari 3 halaman

3. Kisah Garuda Indonesia, Hampir Bangkrut hingga Akhirnya Siap Terbang Tinggi Lagi

PT Garuda Indonesia (Persero) berhasil lolos dari ancaman pailit, pasca Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengesahkan proposal perdamaian dalam proses penundaan pembayaran kewajiban utang (PKPU) perseroan.

Pada tahap pemungutan suara pada Jumat (17/6/2022) lalu, 347 dari 365 kreditur atau 95,07 persen menyetujui proposal damai yang diajukan perseroan.

Opsi PKPU diambil lantaran utang dan kerugian yang diderita maskapai pelat merah tersebut makin membesar. Total utang Garuda Indonesia yang dicatat dan diakui Tim Pengurus PKPU mencapai Rp 142 triliun.

Beban utang memang bukan hal baru bagi Garuda Indonesia. Perusahaan penerbangan plat merah ini telah melalui berbagai kasus utang dari waktu ke waktu, hingga diliputi sejumlah kontroversi.

Baca artikel selengkapnya di sini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini