Sukses

Arah Kebijakan Moneter Bank Indonesia 2022: Pro Stabilitas

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menegaskan arah kebijakan moneter Indonesia tahun 2022 adalah pro stabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menegaskan arah kebijakan moneter Indonesia tahun 2022 adalah pro stabilitas. 

Hal itu dilakukan untuk menyikapi ketidakpastian yang saat ini terus berkembang ditengah perekonomian global.

"Untuk 2022 menyikapi meningkatnya ketidakpastian dan dampak dari sisi global berkaitan dengan normalisasi kebijakan moneter The Fed dan negara lain, eskalasi ketegangan dari Rusia dan Ukraina dan ketidakpastian global yang lain, arah kebijakan moneter kita lebih pro stability sekaligus mengantisipasi kenaikan-kenaikan inflasi," kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (22/3/2022).

Kendati begitu, Bank Indonesia akan tetap menggunakan instrumen lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, diantaranya makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang, dan ekonomi keuangan inklusif dan hijau, UMKM, dan keuangan syariah.

"Ini akan kami arahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional," imbuhnya.

Oleh karena itu, pihaknya sedang melakukan asesmen untuk mengetahui seberapa jauh dampak dari ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina ini terhadap pola pertumbuhan ekonomi global di Tahun 2022, kemungkinan akan lebih rendah dari 4,4 persen.

“Perlu kita lihat negara-negara mana yang akan direvisi ke bawah, Rusia jelas. Tapi negara-negara berkembang lain yang menjadi mitra dagang utama Indonesia tidak terlalu buruk, sehingga bisa mendukung prospek ekonomi kita,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harg Komoditas

Lebih lanjut, terkait meningkatnya harga komoditas global yang tinggi. Tentu berdampak terhadap Indonesia, di satu sisi menguntungkan yakni terjadi perbaikan dari sisi eksternal, karena ekspor Indonesia menjadi lebih baik.

Namun disisi lain timbul kemungkinan dampak terhadap inflasi.Tak hanya itu saja, ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat, sehingga aliran modal masuk ke Emerging Market (Ems) akan lebih terbatas. Artinya terjadi risiko pengalihan ke aset yang aman (safe haven asset) dan berpotensi memberi tekanan nilai tukar, termasuk Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.