Sukses

Dampak PPnBM 0 Persen, Penjual Ingin Harga Mobil Bekas Tak Turun hingga 10 Persen

Pedagang mobil bekas harus melakukan penyesuaian harga dengan adanya insentif penurunan PPnBM mobil baru.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Direktur Mobil88, Halomoan Fischer Lumbantoruan, mengatakan pedagang mobil bekas harus melakukan penyesuaian harga dengan adanya insentif penurunan PPnBM mobil baru. Jika tidak, maka akan sulit untuk menjual mobil bekas.

"Kalau harga mobil bekas tidak turun maka akan begitu (penjualan mobil bekas sulit). Tapi untuk awal penurunan harga mobil bekas, kita akan repot karena kita kan beli mobil dengan harga tinggi sebelum ada kebijakan ini. Sebulan akan repot," kata Fischer kepada Liputan6.com pada Senin (15/2/2021).

Fischer mengatakan, kebijakan pemerintah akan berimbas setelah mobil baru dijual dengan harga lebih murah karena ada insentif tersebut. Setelah itu, tentunya penjual mobil bekas harus melakukan penyesuaian harga agar tetap bisa menarik pembeli dan tidak kalah saing dari diskon harga mobil baru.

Ia berharap jika penurunan harga tetap dilakukan, maka tetap ada keuntungan yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penurunan harga mobil bekas nanti diharapkan bisa di bawah 10 persen, sehingga masih bisa mendapatkan keuntungan.

Penjual mobil bekas, katanya, akan melihat kondisi terlebih dahulu mengenai model mobil yang mendapatkan insentif dan harga baru, sebelum memutuskan besaran penurunan harga.

"Kalau mengenai rugi, saya belum bisa jawab karena kita harus melihat seberapa banyak turunnya nanti. Harga pasti akan turun, tapi saya harap tidak banyak dan inginnya di bawah 10 persen jadi masih bisa untung," ungkap Fischer.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan kebijakan insentif penurunan tarif PPnBM (diskon pajak) untuk kendaraan bermotor segmen ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Keputusan ini diambil setelah dilakukan koordinasi antar kementerian dan diputuskan dalam rapat kabinet terbatas.

Segmen tersebut dipilih karena merupakan segmen yang diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki local purchase di atas 70 persen. Diskon pajak dilakukan secara bertahap mulai Maret 2021 hingga Desember 2021 agar memberikan dampak yang optimal.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

PPnBM Mobil 0 Persen Belum Tentu Dongkrak Kredit Kendaraan

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan relaksasi Pajak Pertambahan atas Barang Mewah (PPnBM) belum tentu akan mendorong kenaikan pinjaman kendaraan bermotor.

Hal ini salah satunya disebabkan perbankan dan leasing sedang menghadapi risiko kredit macet, sehingga selektif terhadap debitur.

"Soal harga mobil turun juga belum tentu akan mendorong kenaikan pinjaman kendaraan bermotor. Bank dan Leasing kondisinya sedang menghadapi risiko kredit macet sehingga lebih selektif memilih calon debitur," kata Bhima kepada Liputan6.com pada Senin (15/2/2021).

Menurut Bhima, kredit kendaraan bermotor secara bunga juga masih tinggi yakni di atas 10-15 persen.

"Konteks kendaraan bermotor beda dengan KPR, karena barang bergerak maka leasing akan sangat hati hati untuk salurkan pinjaman dan akibatnya bunga kredit maupun DP menjadi mahal," jelasnya.

Seperti diketahui, pemerintah tengah menyiapkan aturan PPnBM 0 persen untuk kendaraan bermotor segmen ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Relaksasi pajak ini menggunakan skema ditanggung pemerintah (DTP), dan dilakukan secara bertahap mulai Maret 2021 hingga Desember 2021.

Lebih lanjut, Bhima juga mengatakan rencana tersebut kontradiktif dengan mobilitas masyarakat saat ini di tengah pandemi. Saat ini mobilitas penduduk masih rendah, sehingga prioritas belanja masyarakat bukan untuk membeli mobil baru.

Prioritas belanja masyarakat untuk saat ini adalah terkait kesehatan, makanan, minuman, dan kebutuhan primer lain. Hal ini merujuk pada prediksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai virus Covid-19 bisa terkendali pada September 2021.

"Sedangkan kendaraan bermotor bukan prioritas utama, masih dianggap kebutuhan tersier bahkan di kelas menengah. Karena mobilitas sedang rendah, masyarakat didorong beli mobil maka itu kontradiktif," tuturnya.