Sukses

Erick Thohir Proyeksi Deviden BUMN Cuma 25 Persen Tahun Ini

Menteri BUMN mengupayakan agar kinerja BUMN bisa lebih baik, kendati kondisi yang ada di lapangan memang seperti itu adanya.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengakui pandemi Covid-19 berdampak pada bisnis BUMN. Setidaknya, 90 persen dari seluruh jumlah BUMN mengalami penurunan kinerja tahun ini.

Imbas hal tersebut, deviden BUMN tahun ini diproyeksi hanya mencapai 25 persen dari target. "Dengan kondisi 90 persen BUMN yang terpukul saat ini tadinya kita bisa (setor) deviden Rp 40 triliun, tahun ini mungkin cuma 25 persen," kata Erick di Kompleks DPR-MPR RI, Kamis (3/9/2020).

Lebih lanjut, pihaknya terus mengupayakan agar kinerja BUMN bisa lebih baik, kendati kondisi yang ada di lapangan memang seperti itu adanya.

Erick bilang, di tengah pandemi ini hanya beberapa BUMN saja yang bisa tumbuh dan bertahan hidup. "Kan hanya Telkom, dan yang lainnya (yang bisa tumbuh," ujarnya.

Sebelumnya, Erick juga pernah menegaskan bahwa adanya pandemi akan membuat pencapaian bisnis BUMN tercapai maksimal.

Namun begitu, pihaknya tetap memasang target supaya kinerja BUMN tetap berada dalam koridor yang tepat.

"Suka tidak suka, sepertiga kekuatan Indonesia ada di BUMN. Ini problemnya. Kalau BUMN sakit, ke depan enggak bagus, karena kontribusi BUMN kepada pemerintah baik dari pajak baik dari dividen baik dari royalti itu macem-macem itu luar biasa besar, dan ini yang harus dijaga," ujarnya beberapa waktu silam.

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Diminta Tak Bebani Kinerja BUMN

Ekonom Senior, Faisal Basri meminta pemerintah tidak menekan kinerja perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, tekanan dan banyaknya tuntutan yang berlebih justru akan mempengaruhi kinerja BUMN menjadi buruk.

"Jangan paksa macem-macem, cakep banget buat BUMN. Jangan ada beban tambahan. Kan sekarang ini ada beban tambahan," kata dia saat rapat dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Senin (31/8).

Dia khawatir, jika pemerintah mendorong BUMN melebihi normal, dunia usaha dan swasta justru akan berbondong-bondong keluar. Bahkan, semakin besar peranan BUMN nantinya justru semakin turun pula pertumbuhan ekonominya.

Dia mencontohkan. Misalnya saja terjadi di PT Pertamina (Persero). Perseroan didorong pemerintah menciptakan bahan bakar hayati atau biofuel seepeti B100. Sementara B100 itu harganya Rp18.000. Di tambah, Pertamina harus menanggung biaya subsidi tersebut.

"Subsidinya berapa? pemerintah kan gak punya kemampuan subsidi. Tanggung sendiri Pertamina. yang untung siapa? Yang punya biofuel," kata dia.

Fasial menambahkan, jika kemudian Menteri BUMN, Erick Thohir menargetkan perusahaan pelat merah meningkat PDB-nya itu bukan sama sekali tujuan BUMN dan bangsa. Sebab, BUMN jadi ujung tombak.

"Pertamina bisa jual dengan harga kompetitif. jadi saya amat takut dengan cara-cara (penekanan). Jadi ayo kita lihat BUMN sebagai katalisator yang perannya lebih fair, akan meningkat lebih natural. Jangan sampai membahayakan," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.