Sukses

Sri Mulyani Ungkap 4 Kunci Tingkatkan Mutu Ekonomi RI

Keempat kunci tersebut antara lain daya saing, productivity, inovasi dan riset

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan empat hal penting yang menjadi kunci peningkatan mutu ekonomi Indonesia untuk jangka panjang. Keempat kunci tersebut antara lain competitiveness (daya saing), productivity (produktifitas), inovasi dan riset.

"Competitiveness, productivity tergantung kepada inovasi dan riset maka kita membuat policy mengenai riset dan inovasi menggunakan instrumen fiskal competitiveness and productivity tergantung dari kualitas birokrasi maka presiden birokrasi," ujarnya di Grand Sahid, Jakarta, Selasa (16/7).

"Empat hal inilah yang akan kita terus lakukan di dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dan mutu perekonomian Indonesia," sambungnya.

 

Sri Mulyani mengatakan, bersamaan dengan keempat hal tersebut pemerintah juga terus berupaya menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga fokus menekan kesenjangan sosial.

"Pada saat yang sama kita tetap fokus untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan. Kita akan menggunakan seluruh policy (kebijakan) yang ada," jelasnya.

Sementara itu, untuk mendorong pertumbuhan investasi pemerintah sudah membuat beberapa kebijakan baru. Salah satunya adalah super deduction tax yang telah diluncurkan beberapa waktu lalu.

"Dikritik mengenai masalah vokasi karena sumber daya manusia kurang sekarang kita kasih dia double deduction tax. Selain kita ngeluarin APBN, kita ngasih lagi perusahaan yang melakukan vokasional dikasih double deduction," tandas Sri Mulyani.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jokowi Dikritik Ekonom, Sri Mulyani Beri Pembelaan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri acara kajian tengah tahun Institute of Economic and Finance (Indef) 2019. Acara tersebut mengangkat tema Tantangan Investasi di Tengah Kecamuk Perang Dagang.

Sebelum Sri Mulyani memberikan paparan, Direktur Program Indef Esther Sri Astuti terlebih dulu memberikan sambutan terkait kondisi ekonomi terkini. Salah satunya menyinggung kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai selalu bergantung kepada negara lain.

Kondisi ini menurutnya, rentan membuat Indonesia mudah terguncang ketika suatu kebijakan barlaku di negara lain maka dampaknya langsung menyasar ekonomi dalam negeri. Selain itu, Ester juga menilai kepemimpinan Presiden Jokowi tidak diperhitungkan oleh negara lain di dunia.

"Presiden Jokowi kami nilai seakan-akan kita bergantung dalam pemimpin-pemimpin dunia. Kami mempertanyakan kenapa harus bergantung. Biarlah winter melanda ekonomi dunia tapi kita tidak punya winter. Meski kita dianggap sebagai negara kecil yang kurang diperhitungkan," ujar Ester di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Mendapat kritikan tersebut, Sri Mulyani mengatakan, Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap negara lain. Dia menegaskan seluruh negara di dunia saling ketergantungan baik dari sisi hubungan bilateral maupun hubungan dalam menciptakan perdamaian dunia.

"Catatan dari pendapatnya Bu Ester tadi adalah mengenai ketidaktergantungan Indonesia atau janganlah kita tergantung terhadap negara lain. Saya rasa semangat nasionalisme itu sangat benar namun penerjemahannya di dalam kebijakan dan interaksi global menurut saya agak kurang tepat, karena bagaimanapun semua negara di dunia itu saling tergantung," kata Sri Mulyani.

3 dari 4 halaman

Perdamaian Dunia

Indonesia sendiri, kata Sri Mulyani, sejak berdiri dan di dalam undang-undang Dasar 1945 sudah menegaskan bahwa negara harus berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Artinya, Indonesia memiliki keterikatan dengan negara lain untuk mewujudkan hal ini.

"Kita sharing satu dunia yang sama, bumi yang sama, jadi globalisasi dan saling membutuhkan itu adalah suatu keniscayaan. Karena waktu Indonesia didirikan pun kita punya ambisi untuk menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kesejahteraan kedamaian, menciptakan ketertiban dunia, berdasarkan perdamaian abadi. Itu saja sudah menggambarkan bahwa kita itu memiliki cita-cita yang besar," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga membantah kepemimpinan Presiden Jokowi terlihat 'kecil' di mata pemimpin dunia. Sebagai salah satu contoh, Indonesia sangat dihargai dalam pertemuan G-20 dan ikut mengambil keputusan-keputusan penting untuk menjaga ekonomi dunia.

"Tadi juga mengatakan seolah-olah Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara kecil yang diremehkan dunia. Itu juga perlu dikoreksi karena di dalam banyak hal Indonesia sebagai negara G-20 kita bisa secara cukup influential berperan mendukung pengambilan kebijakan. Jadi Mungkin saya nanti Indef kita boleh bertukar pikiran seperti kata Pak Didik we are talking about policy and the nature of Indonesia. Dan kita boleh bicara tentang banyak hal tapi tidak personalize dan tidak boleh berdasarkan landasan pada kebencian atau hate," tandasnya.

4 dari 4 halaman

Sri Mulyani: RAPBN 2020 Untuk Dukung Program Janji Kampanye

Menteri Keungan Sri Mulyani mengatakan akan merancang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Anggaran tersebut untuk mendukung program-program pembangunan di dalam rangka tahun pertama pada Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Sri Mulyani juga menjelaskan rancangan tersebut untuk menampung visi-misi dan juga janji kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Juga untuk menampung visi-misi Presiden terpilih dan juga prioitas dan juga janji kampanye. Di APBN 2020 didesain dalam rangka untuk mendukung program-program tersebut," kata Sri Mulyani usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2019).

Kemudian pihaknya juga akan mendesain nota keungan terkait pertumbuhan pajak diupayakan cukup tinggi namun tetap realistis. Di mana kata dia, untuk PPh dan PPn akan didesain berdasarkan pertembuhan ekonomi lima tahun terkahir.

"Tentu kita juga masih akan proses untuk membahas UU perpajakan yang nanti pengaruhnya terhadap tarif dan penerimaan negara mungkin baru dirasakan pada 2020 atau awal 2021," lanjut Sri Mulyani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.