Sukses

Sentimen The Fed Kembali Tekan Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.210 per dolar AS hingga 15.249 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Senin (15/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.230 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.197 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.210 per dolar AS hingga 15.249 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah telah melemah 12,30 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.246 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.194 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, pergerakan dolar AS cenderung menguat terhadap sejumlah mata uang dunia seiring masih terbukanya potensi bagi The Fed untuk menaikan suku bunganya.

"Beberapa kalangan analis menilai the Fed masih terbuka untuk kenaikan suku bunga pada akhir tahun," katanya dikutip dari Antara.

Kendati demikian, menurut dia, pelemahan rupiah relatif terbatas di tengah penurunan imbal hasil obligasi Amerika Serikat.

"Situasi itu diharapkan dapat mengurangi tekanan pada rupiah dan terbuka peluang untuk berbalik naik," katanya.

Selain itu, lanjut dia, sejumlah sentimen positif terutama dari penilaian lembaga asing dan sejumlah negara terhadap kemampuan Indonesia menghadapi krisis perang dagang juga diharapkan dapat memperkuat laju fluktuasi rupiah.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Efek Perang Dagang hingga Rupiah Melemah bagi Emiten Tekstil

Nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak selalu berdampak negatif terutama bagi emiten berorientasi ekspor. Salah satunya emiten tekstil.

Namun, meski rupiah tertekan, pengusaha tekstil ingin pergerakan nilai tukar rupiah stabil terhadap dolar AS.

Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), Welly Salam, menuturkan rupiah melemah berdampak positif untuk perseroan. Ini karena pendapatan perseroan lebih besar dalam dolar AS ketimbang biayanya. 

"Jika rupiah melemah 10 persen maka laba kotor SRIL akan bertambah 100 basis poin," ujar Welly saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, seperti ditulis Senin (15/10/2018).

Seperti diketahui, Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sudah melemah 12,19 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari posisi 13.542 pada 2 Januari 2018 ke posisi 15.194 pada 12 Oktober 2018.

Sementara itu, PT Sri Rejeki Isman Tbk membukukan kenaikan penjualan 35,66 persen dari USD 400,80 juta pada semester I 2017 menjadi USD 543,76 juta pada semester I 2018. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 67,67 persen menjadi USD 56,32 juta pada semester I 2018.

Dari total penjualan USD 543,76 juta sepanjang semester I 2018, berdasarkan laporan keuangan perseroan, penjualan domestik mencapai USD 251,98 juta. Sedangkan luar negeri mencapai USD 291,77 juta. Penjualan tersebut ke Asia, Eropa, Amerika Serikat dan Latin, Uni Emirat Arab dan Afrika, serta Australia.

Hal senada dikatakan Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk (PBRX), Anne Patricia Sutanto. Pelemahan nilai tukar rupiah menguntungkan para eksportir. Akan tetapi, Anne menegaskan pihaknya juga ingin pergerakan nilai tukar rupiah stabil terhadap dolar AS.

"Kami incomenya 97-98 persen dalam dolar AS. Cost of material kita 60 hingga 65 persen dalam dolar AS jadi tetap natural hedge,” kata dia.

PT Pan Brothers Tbk mencatatkan penjualan naik 7,98 persen dari USD 241,65 juta pada semester I 2017 menjadi USD 260,94 juta pada semester I 2018. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik menjadi USD 4,77 juta.

Terkait perang dagang, emiten tekstil juga mendapatkan peluang. Hal tersebut dapat menggenjot ekspor perseroan ke Amerika Serikat (AS).

Welly mengatakan, perang dagang memberikan dampak positif. Ini karena ada potensi kenaikan ekspor terutama ke Amerika Serikat. Selain itu juga akan genjot ekspor ke Eropa. “Karena pelanggan dari Amerika Serikat mulai menambah order kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk,” tutur dia.

Welly perkirakan, ada kenaikan sekitar 15-20 persen ekspor ke Amerika Serikat (AS). Berdasarkan laporan keuangan perseroan semester I 2018, penjualan perseroan ke Amerika Serikat dan Amerika Latin mencapai USD 19,99 juta. Posisi ini turun dibandingkan semester I 2017 sebesar USD 32,86 juta.

Hal senada dikatakan Anne. Ia menilai, perusahaan tekstil mendapatkan keuntungan dari perang  dagang. "Ini kesempatan untuk Indonesia do reciprocal trade relationships with US," ujar dia.

Perseroan pun akan genjot ekspor ke AS mulai 2019. Ia menilai, perang dagang tersebut jadi momen baik untuk perusahaan tekstil. Ini selama pemerintah juga investasi dan mendukung terhadap manufaktur. "Konsisten with the policy. And give competitive edge untuk perusahaan di Indonesia vs company di South East Asia atau Asia lain yang merupakan competitor di Indonesia," tutur Anne.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.