Sukses

Gambar Seram Terbukti Tak Kurangi Konsumsi Rokok di RI

iklan bahaya merokok maupun gambar seram di bungkus rokok tidak efektif menurunkan konsumsi rokok

Liputan6.com, Jakarta - Warga Indonesia baik yang perokok maupun tidak pasti sudah sangat familiar dengan iklan bahaya merokok yang terpampang jelas di setiap bungkus rokok. Produsen rokok memang diwajibkan untuk menyebarluaskan bahaya mengonsumsi batangan tembakau tersebut di tiap bungkusnya.

Meski begitu, banyak pihak menilai, imbauan tersebut tidak sepenuhnya efektif untuk mengurangi angka perokok yang kian hari kian bertambah.

Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto yang juga peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), mengatakan, dampak iklan atau gambar seram di bungkus rokok tidak sampai membuat pecandu rokok menghentikan kebiasaannya, melainkan hanya menimbulkan perasaan tidak enak sesaat saja.

"Sebenarnya, iklan rokok itu impact-nya tidak begitu efektif. Orang hanya takut, tapi enggak membuat berhenti. Hanya ada perasaan tidak enak dan nyaman saja," ungkap dia di Jakarta, Senin (25/6/2018).

Teguh pun menganggap, keberadaan iklan itu merupakan sebuah kebijakan yang serba salah, lantaran hal tersebut turut memberikan pemasukan bagi pendapatan daerah dan negara.

Oleh karena itu, ia menyatakan, isu pengendalian rokok yang gencar dikampanyekan tidak akan bisa 100 persen efisien dalam waktu dekat ini. Namun begitu, Teguh meyakini, menaikkan harga rokok dapat menjadi titik awal untuk mengatur peredaran rokok di tengah masyarakat.

"Saya rasa tidak ada solusi instan. Rokok mahal adalah sebuah proses bagaimana kita nantinya bisa mengendalikan peredaran rokok," tukas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Rokok di Indonesia Seharusnya Rp 50 Ribu per Bungkus

Universitas Indonesia (UI) mencatat, ‎Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang jumlah penduduknya banyak mengkonsumsi rokok. Ironisnya, dari pengkonsumsi rokok tersebut 60 persen berasal dari masyarakat menengah ke bawah.

Melihat fenomena itu, Guru Besar Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengungkapkan, konsumsi rokok masyarakat Indonesia yang sangat besar tersebut harus dikendalikan demi menjaga masa depan bangsa.

Hasbullah menilai, dari hasil kajian yang ia lakukan harga rokok di Indonesia saat ini masih sangat murah. Harga rata-rata saat ini masih belum bisa mengendalikan para pengkonsumsi rokok.

"Harga rokok Rp 50 ribu itu sudah idealnya, win wiin solution itu. Dengan harga itu kita bisa optimal turunkan konsumsi rokok," tegas di dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Tak hanya itu, dari sisi hilir, Hasbullah juga meminta pemerintah bisa membatasi iklan-iklan yang dilakukan para pengusaha rokok. Banyaknya iklan menjadi salah satu pemicu meningkatnya pengkonsumsi rokok di Indonesia.

Dengan dinaikkannya harga rokok tersebut, pemerintah juga harus mengimbangi dengan memberikan berbagai insentif supaya industri tembakau bisa beralih jenis usaha yang tidak merusak masa depan bangsa.

"Jadi banyak yang mikir cukai naik, mereka bangkrut, tidak. Mereka itu senang-senang saja kalau pindah industri, asal penghasilan mereka bertambah. Makanya ini tugas pemerintah untuk membimbing mereka," papar dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini