Sukses

Akun Telegram Novel Baswedan Diduga Kena Bajak

Selain akun Telegram Novel Baswedan, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (PJKAKI KPK) Sujanarko juga dilaporkan mengalami hal serupa.

Liputan6.com, Jakarta - Akun Telegram penyidik senior KPK Novel Baswedan diduga kena retas. Hal itu diungkapkan oleh Novel Baswedan melalui akun Twitternya. 

Dalam unggahannya, Novel mengatakan akun Telegram miliknya dibajak sejak pukul 20.22 WIB. Karenanya, akun tersebut sudah tidak lagi dalam kendalinya.

Selain Novel, akun Telegram Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (PJKAKI KPK) Sujanarko juga dilaporkan mengalami hal serupa.

"Akun Telegram Pak Sujanarko sejak pukul 20.31 WIB juga dibajak shg tdk dlm kendali ybs. Bila ada yg dihubungi gunakan akun tsb, itu bukan kami," tulis Novel lewat akun Twitternya.

Menyusul keduanya, mantan juru bicara KPK Febri Diansyah mengaku hal serupa terjadi pada akun WhatsApp miliknya.

Dia mengatakan akun WhatsApp miliknya kini sudah tidak diakses, sehingga apabila ada pesan yang dikirimkan dari akun tersebut, bukan berasal dari dirinya.

Sebelumnya, dia juga sempat mengatakan ada incomplete login yang menyasar akun Telegram miliknya. Febri mengatakan dirinya sudah mengaktifkan sejumlah fitur keamanan akun yang ada di WhatsApp.

"Karena ada beberapa pertanyaan td: Saya telah menggunakan 2FA atau two step verification di WA, touch id password dan keamanan lain yg tersedia di WA," tulisnya melalui akun @febridiansyah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dugaan Peretasan Aktivis ICT Watch

Dugaan peretasan juga pernah dialami aktivis indonesia Corruption Watch (ICW) dan mantan pimpinan KPK. Peretasan terjadi saat ICW menggelar konferensi pers virtual bersama delapan eks pimpinan KPK pada Senin 17 Mei 2021. Konferensi pers itu menyikapi penonaktifan 75 pegawai KPK tak lolos tes wawasan kebangsaan.

"Sepanjang jalannya konferensi pers, setidaknya ada sembilan pola peretasan atau gangguan yang dialami," ujar peneliti ICW Wanna Alamsyah dalam keterangannya, Selasa (18/5/2021).

Pembicara yang hadir dalam ruangan Zoom yakni Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja, Saut Situmorang, Moch Jasin, Agus Rahardjo, Nisa Zonzoa (Peneliti ICW, Moderator), Kurnia Ramadhana (Peneliti ICW), dan Tamima (Peneliti ICW).

3 dari 3 halaman

9 Peretasan ICW

Menurut Wanna, setidaknya terdapat sembilan kali upaya peretasan. Pertama, menggunakan nama para pembicara untuk masuk ke media zoom. Kedua, menggunakan nama para staf ICW untuk masuk ke media zoom.

"Ketiga, menunjukkan foto dan video porno di dalam ruangan zoom. Keempat, mematikan mic dan video para pembicara," kata Wanna.

Kelima, membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali guna menganggu konsentrasinya sebagai moderator acara. Keenam, mengambil alih akun WhatsApp kurang lebih 8 orang staf ICW. Sebagian nomor ada yang di-take over, sebagian sudah berhasil dipulihkan, sedangkan beberapa orang lainnya mengalami percobaan.

Ketujuh, beberapa orang yang nomor whatsappnya diretas sempat mendapatkan telepon masuk menggunakan nomor luar negeri dan juga puluhan kali dari nomor asal provider Telkomsel. Kedelapan, percobaan mengambil alih akun Telegram dan e-mail beberapa staf ICW. Namun, upaya pengambialihan gagal.

"Sembilan, tautan yang diberikan kepada pembicara Abraham Samad tidak dapat diakses tanpa alasan yang jelas," kata Wanna.

Wanna menyebut, upaya pembajakan bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil. Sebelumnya pada kontroversi proses pemilihan Pimpinan KPK, revisi UU KPK tahun 2019, UU Minerba, serta UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi.

"Peretasan bukan hanya dialami oleh ICW saja, anggota LBH Jakarta dan Lokataru pun mengalami hal yang serupa. ICW menduga ini dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak sepakat dengan advokasi masyarakat sipil terkait penguatan pemberantasan korupsi," kata dia.

"Pembungkaman suara kritis warga melalui serangan digital merupakan cara baru yang anti demokrasi. Maka dari itu, kami mengecam segala tindakan-tindakan itu dan mendesak agar penegak hukum menelusuri serta menindak pihak yang ingin berusaha untuk membatasi suara kritis warga negara," Wanna menambahkan.

(Dam/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.