Sukses

Pemalsuan Surat Tidak Mampu untuk PPDB di Daerah Banyak Siswa

Liputan6.com, Malang - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebut kisruh penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online terjadi di beberapa provinsi. Butuh penanganan khusus di beberapa provinsi tersebut.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengatakan, setelah diteliti kisruh pemalsuan SKTM saat proses PPDB online itu terjadi di provinsi dengan populasi siswa yang sangat besar.

"Itu butuh penanganan khusus. Mudah-mudahan tak ada masalah lagi. Ini menyangkut perubahan mental masyarakat," kata Muhadjir di Malang, Sabtu, 14 Juli 2018.

Berdasarkan PP nomor 60 tahun 2010, sekolah harus menerima 20 persen dari daya tampungnya untuk siswa miskin pemegang SKTM. Meski saat ini menimbulkan kegaduhan, aturan itu akan tetap berlaku pada tahun ajaran berikutnya.

"Kebijakan itu bukan kemauan menteri, itu amanat peraturan pemerintah. Perguruan tinggi negeri kan juga menerapkan kebijakan itu," ucap Muhadjir.

Selama ada regulasi itu, maka siswa miskin harus menunjukkan SKTM saat mendaftar PPDB ke sekolah. Sedangkan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Kartu Indonesia Sakti (KIS) tak bisa langsung menjadikannya syarat mendaftar.

"Kalau KIP, PKH dan KIS itu program pemerintah, tak bisa jadi patokan untuk menerapkan aturan. Kalau dipakai agar bisa mendapatkan SKTM itu benar," urai Muhadjir.

Simak video pilihan berikut di bawah :

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Evaluasi Sistem

Mendikbud Muhadjir Effendi mengakui PPDB dengan sistem zonasi ini belum sepenuhnya sempurna. Meski demikian, sistem ini bisa jadi landasan untuk perbaikan, revitalisasi, restrukturisasi dan reformasi di sekolah.

"Jadi nanti semua urusan sekolah akan berbasis zonasi. Mulai dari penerimaan siswa baru, penataan guru, bantuan sarana dan prasarana dan peningkatan kapasitas pendidkan di tiap sekolah," urai Muhadjir.

Sistem zonasi bisa jadi pondasi wajib belajar 12 tahun. Karena dengan sistem ini memudahkan sistem pendidikan. Bisa untuk memotret populasi siswa ataupun calon siswa. Sekaligus untuk data akurat kapasitas sekolah. Sehingga di tiap tahun ajaran baru tak perlu ada kegaduhan.

"Bahkan sejak di tahun ini kita sudah bisa membuat proyeksi untuk tahun depan di tiap zona. Kita usahakan tak ada lagi hiruk pikuk saat tahun ajaran baru," kata Muhadjir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.