Sukses

Status Galau Letusan Merapi, Freatik atau Magmatik?

BPPTKG DIY memastikan status waspada Gunung Merapi bukan harga mati. Sebab, status bisa dinaikkan atau diturunkan berdasarkan intensitas kegiatan Merapi.

Liputan6.com, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DIY melakukan uji laboratorium untuk memastikan ada atau tidaknya material yang terbawa ketika letusan freatik Gunung Merapi terjadi. Jika ada kandungan material yang terbawa, letusan bisa digolongkan menjadi magmatik. 

"Untuk sementara ini masih kami golongan sebagai letusan freatik sampai hasil uji lab keluar," ujar Kepala BPPTKG DIY Hanik Humaidah, di sela-sela rapat koordinasi di Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY, Selasa (22/5/2018).

Ia mengungkapkan erupsi freatik tidak memberi sinyal yang konsisten. Ciri letusan freatik adalah mendadak dan singkat. Berbeda dengan erupsi pada 2006 dan 2010 yang termasuk magmatik. 

Hanik menyebutkan dari 151 kejadian letusan freatik di dunia, ada 62 persen yang memberikan gejala awal, 16 persen tidak ada gejala awal, dan 22 persen wilayah abu-abu. 

"Merapi ini termasuk yang tidak memberi gejala awal," ucapnya. 

Sementara, BPPTKG DIY justru sudah memiliki skenario Gunung Merapi untuk erupsi magmatik. Balai mengasumsikan skenario erupsi Merapi mengacu pada pola kejadian 1872. Ada lima fase yang terjadi. 

Fase satu adalah penghancuran kubah lava dengan erupsi vulkanian VEI 1 sampai 2. Fase kedua, pertumbuhan kubah laba mencapai 10 juta meter kubik. 

Fase ketiga, tebing kawah lava longsor. Fase keempat, kubah lava runtuh menghasilkan awan panas sejauh delapan kilometer. Fase kelima, terjadi hujan dengan intensitas tinggi menimbulkan lahar di sungai yang berhulu di Gunung Merapi. 

 Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemungkinan Freato Magmatik

Staf Ahli Geologi Gunung Api BPPTKG DIY, Dewi Sri, menjelaskan letusan freato magmatik pernah terjadi pada 1931. Letusan ini terjadi karena material lama ikut terlontar bersama magma. 

"Kalau di Merapi didahului dengan kolaps pada dome atau kubah lalu erupsi magmatik yang sesungguhnya, kejadian ini mirip dengan Erupsi 1994 yang melanda Turgo," kata Dewi. 

Jika letusan yang terjadi akhir-akhir ini tergolong freatik, dipastikan erupsi tidak berbahaya bagi penduduk di KRB III. Berdasarkan pengalamannya, letusan magmatik selalu didahului dengan munculnya titik api. 

"Sekecil apapun titik api Merapi, kalau ada magmatik pasti ada warna merah yang terekam di video," ucapnya. 

BPPTKG DIY juga memastikan status waspada bukan harga mati. Sebab, status bisa dinaikkan atau diturunkan berdasarkan intensitas kegiatan Merapi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.