Sukses

Keindahan Taman Wisata Pendidikan Mangrove Bangkalan

Pada bulan-bulan tertentu, ribuan burung migrasi dari Eropa singgah ke hutan mangrove seluas tiga hektar tersebut

Liputan6.com, Bangkalan - Perjalanan ke Taman Pendidikan Mangrove  di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, memang melelahkan. Terletak di Desa Labuhan, Kecamatan Sepuluh, butuh waktu satu jam perjalanan dari Kota Bangkalan. Bila terjebak macet di pasar tradisional, ditambah lagi kondisi sejumlah ruas jalan bergelombang dan berlubang, perjalanan bisa molor hingga dua jam.

Jalan masuk ke Desa Labuhan sempit, melintasi pemukiman warga. Bila dua mobil berpapasan, salah satu harus menepi. Di kanan kiri jalan ada hamparan ladang garam, sebagian besar tak berfungsi dan sebagian lagi dalam proses alih fungsi menjadi tambak udang. Sebuah plang dari seng di mulut gang jadi satu-satunya penanda menuju hutan mangrove.

Namun, semua ketidaknyamanan itu terbayar lunas begitu sampai di area hutan mangrove. Suasana tenang, pemandangan asri dan rapi. Ada bangunan dari kayu, berkolong layaknya rumah Lamin, khas Kalimantan. Sebagian ruangan dijadikan kantor pengelola dan sebagian lagi buat penginapan. Ada taman cemara udang di halaman, dikelilingi jalan paving.

Ongkos masuk murah Rp 5 ribu per orang. Belum termasuk parkir kendaraan. Yang tak boleh lupa dibawa bila berkunjung ke sana adalah topi, kemeja lengan panjang atau kacamata hitam, karena suhu di Bulan Agustus sedang terik-teriknya. Untuk mengitari hutan mangrove, pengelola telah membangun jembatan kayu sepanjang 350 meter.

Di sisi jembatan, tiap mangrove diberi nama sesuai jenisnya. Ada juga keterangan tempat berkumpul burung. Pada bulan-bulan tertentu, ribuan burung migrasi dari Eropa singgah ke hutan mangrove seluas tiga hektar tersebut. Seperti burung pantai jenis Trinil Pantai (Common Sandpiper/Actytis Hypoleucos), burung air seperti Cangak Merah (Purple Heron/Ardea Purpurea), dan Kuntul Kecil (Litle Egret/Egretta Garzetta). Singgahnya burung migran terjadi sejak 2014 lalu.

Di ujung jembatan, ada menara setinggi 10 meter. Bila musim burung singgah, menara dibuka dan pengelola menyediakan teleskop bagi yang ingin melihat aneka jenis burung yang singgah. Saat saya berkunjung 18 Agustus lalu, banyak keluarga berlibur, mereka menggelar tikar di bawah pohon cemara udang dan makan bersama.

Banyak juga mahasiswa, muda-mudi hingga siswa berswafoto. Ada juga warung berjualan aneka camilan dan minuman dingin. "Sayangnya, cukup banyak sampah plastik, bikin kurang elok pemandangan," kata Halimah, salah satu pengunjung.

Menurut dia, bila pengelola mengusung konsep wisata edukasi, maka yang tercapai baru konsep wisata, sementara konsep edukasinya belum maksimal. "Setidaknya ada pengelola yang mendampingi, jadi pengunjung bisa tanya-tanya. Atau ada pusat informasi yang isinya gambar-gambar satwa apa saja yang ada di sini," ungkap dia.

Habiburrohman pengunjung lain, berharap dipasang tanda larangan atau tanda bahaya.  Dia yakin di hutan seluas itu pasti jadi habitat binatang buas yang harus diwaspadai seperti ular dan biawak.

"Saya lihat, banyak anak kecil berenang, aman gak sih. Emang air dangkal, tapi kalau dilihat, arus airnya cukup deras," kata dia. 

(https://www.vidio.com/watch/827943-siswa-smk-penghina-jokowi-suka-mencuri-wifi-dalam-melancarkan-aksinya-liputan6-pagi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini