Sukses

Cerita Gadis Berhijab Berteman dengan Orang Gila

Melalui Griya Schizofren, gadis berhijab bernama Triana Rahmawati itu berusaha jadi teman dengan orang-orang yang memiliki masalah kejiwaan

Liputan6.com, Solo - Tak sedikit masyarakat memilih menjauhi atau bahkan mengucilkan mereka yang memiliki masalah kejiwaan. Bahkan, ada yang menganggap mereka yang mendekati orang gila sama saja dengan orang gila.

Namun, tidak demikian halnya dengan Triana Rahmawati. Gadis berhijab yang kerap disapa Tria itu melawan stigma tentang orang gila dengan mendirikan Griya Schizofren.

Persentuhan mahasiswi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmus Sosial dan Politik UNS angkatan 2011 dengan orang gila sebenarnya tidak disengaja. Sebelum mendirikan rumah pendampingan bagi mereka yang mengalami gangguan kejiwaan itu, Tria terlebih dulu mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kemendikbud.

Lewat program itu, mahasiswa diminta untuk menyumbangkan sumbangsihnya pada masalah sosial. Kemudian jika proposalnya diterima Kemendikbud, mahasiswa ini bakal diberi dana Rp 7,5 juta untuk merealisasikan idenya ini.

"Awalnya bingung mau bikin apa. Karena kalau tema tentang perempuan dan ekonomi sudah banyak. Tapi kebetulan pas puasa itu ada sebuah peristiwa yang menjadi cikal bakal Griya Schizofren," ujar dia kepada Liputan6.com, akhir pekan lalu.

Peristiwa itu adalah saat dirinya hendak membeli lauk untuk buka puasa. Tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang melantunkan azan. Triana langsung bertanya apakah memang sudah waktunya buka puasa karena sudah azan.

"Nah, ibu itu bilang, nggak usah digubris orang itu, karena itu orang gila. Mendengar itu, aku langsung tiba-tiba kasihan sama orang gila ini. Mereka ini secara fisik masih ada tetapi kenapa dianggap tidak ada," ucap Tria.

Komunitas ini mengampanyekan bahwa para ODMK ini membutuhkan kepedulian masyarakat. (Liputan6.com/Fajar Abrori)

Karena selalu terngiang-ngiang dengan kondisi kejiwaan dari para orang gila ini, Triana pun mengajukan proposal ke PKM Kemendikbud. Proposal yang diajukan akhirnya disetujui.

Masalah muncul saat ia mencari orang dengan masalah kejiwaan (OMDK). Pasalnya, tak semua rumah sakit mau diajak bekerja sama.

"Setelah nyari-nyari, akhirnya ada Griya Peduli PMI Solo yang diajak kerja sama. Dan kami pun menjadi relawan Griya Peduli PMI. Griya Peduli saat ini menampung sekitar 150 penderita gangguan jiwa," tutur Tria.

Usai program Kemendikbud ini berakhir, Triana merasa memiliki beban moral untuk melanjutkannya. Dengan rasa percaya diri, ia melanjutkan kerja kemanusiaan itu yang berwujud kehadiran Griya Schizofren.

Komunitas ini mengampanyekan bahwa para ODMK ini membutuhkan kepedulian masyarakat. Masyarakat tidak perlu membuat jarak dengan mereka.

"Kita di sini itu peduli pada ODMK bukan sebagai dokter atau psikolog, tetapi sebagai teman," kata Tria.

Tria bersama komunitasnya setiap Selasa, Rabu, dan Kamis mendatangi Griya Peduli PMI. Di sini, mereka mengajak bernyanyi, menggambar, mengaji dan hapalan. Melalui cara-cara yang menghibur itu, lanjut Tria, menjadi cara yang efisien untuk mendekati mereka.

"Materi yang kami berikan sangat ringan. Kalau menyanyi yang kita ngajak nyanyi Balonku, Kasih Ibu dan Pelangi. Membutuhkan kesabaran untuk mendekati mereka. Harus menyesuaikan dengan mood mereka," ungkap Tria.

Usaha Triana dan kawan membuahkan hasil. Beberapa dari para ODMK ini bisa kembali normal. "Ada seorang perempuan yang jiwanya tergoncang, kemudian kita dampingi dan akhirnya bisa kembali ke keluarganya," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.