Sukses

Honda Tak Merasa Terancam dengan Kehadiran LSUV Cina

Produk mobil Cina rupanya tak hanya mengancam segmen SUV saja, LSUV pun bisa terkena dampaknya. Meskipun demikian, rupanya Honda Prospect Motor masih tak menganggap LSUV Cina sebagai ancaman.

Liputan6.com, Jepara - Produk mobil Cina rupanya tak hanya mengancam segmen SUV saja, LSUV pun bisa terkena dampaknya. Meskipun demikian, rupanya Honda Prospect Motor masih tak menganggap LSUV Cina sebagai ancaman. 

Meski lahir dengan spesifikasi komplet dan banderol murah, dinilai segmennya berbeda dengan Honda. Diungkap oleh Marketing & After Sales Service Director HPM, Jonfis Fandy, belum pernah ada konsumen yang tak jadi membeli Honda beralih ke merek Cina.

"Sampai saat ini, kami merasa konsumennya tak pernah sama. Dalam survey pun tak pernah ada bahwa dia (konsumen) pilih ini  (BR-V) pembandingnya itu," ungkap Jonfis saat dijumpai di sela acara test drive Honda BR-V di Jepara (2/5). Menurut Jonfis, produk Honda belum apple to apple dengan produk Cina. Namun singgungan tetap ada.

"Silahkan tanya ke konsumen. Tapi irisannya ada, beli misalnya buat anak. Tapi kalau dia benar-benar mau beli CR-V pindah (ke LSUV Cina) karena harga, saya tidak yakin," tambahnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Selanjutnya

Diungkap lagi, masing-masing sudah punya segmennya sendiri. Begitu juga dengan Honda, konsumen tak beralih begitu saja ke produk Cina. Menurut Jonfis, ada tiga konsumen mobil di Indonesia: loyal user, smart buyer dan trend seeker. Sebanyak 80 persen pembeli termasuk trend seeker.

Makanya tak sedikit yang membeli mobil karena tengah ramai di pasaran. Sisanya, yang dianggap paling penting oleh HPM. "Sisanya 20 persen itu konsumen kami dan harus dilindungi. Kami tak bisa masuk ke segmen trend seeker karena mereka bandingkan (merek atau model) juga tidak."

Jonfis juga menilai, membeli mobil terlalu murah dan produk yang belum berpengalaman di Indonesia bisa menimbulkan masalah ke depannya. Faktornya dari nilai jual kembali, karena mobil semakin lama tambah mahal. Kalau beli murah, nilainya jatuh tak bisa dijual kembali untuk modal meng-upgrade mobil.

 

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

"Untuk upgrader tidak punya kemampuan. Dulu di bawah Rp 100 juta mobil paling murah. Kemudian lima tahun naik lagi, paling murah kira-kira jadi Rp 150 juta. Nanti kan naik lagi, Rp 200 juta. Kalau Anda beli mobil Rp 150 juta, dijual lagi Rp 75 juta, Anda mau beli mobil ke depan paling murah Rp 200 juta, mau tambah berapa," tegas Jonfis.

Meski begitu, Jonfis tak menilai jelek kalau ada merek lain yang menelurkan produk murah. Itu juga tak memberi pengaruh pada pasar, khususnya konsumen pengguna Honda. "Pada kenyataannya memang konsumennya berbeda, itu yang bisa saya sampaikan saat ini," tutup Jonfis.

Sumber: Oto.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini