Sukses

Cerita di Balik Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Dalam pandangan Presiden Sukarno, pembentukan federasi Malaysia akan membuat Indonesia terjepit beberapa kekuatan neo-imperalis.

Usman dan Harun tak akan berangkat ke Singapura jika Indonesia tak menggelar konfrontasi dengan Malaysia. Apa sejatinya 'konfrontasi dengan Malaysia' itu?

Memasuki 1960-an, muncul ide pembentukan federasi Malaysia yang meliputi wilayah semenanjung Malaya, Singapura, dan Kalimantan utara (Sabah, Sarawak, dan Brunei). Malaya telah merdeka sejak 1957. Tapi, hubungan dengan Indonesia tak bisa dibilang mesra.

"...curiga dengan tetap hadirnya Inggris di sana, iri terhadap keberhasilan Malaysia di bidang ekonomi, dan ketersinggungan karena Malaysia dan Singapura membentu pemberontak PRRI," tulis sejarawan MC Ricklefs.

Soal kehadiran Inggris, memang menjadi pemicu utama ketidakharmonisan. Malaya dianggap hanya 'pura-pura' merdeka karena tak pernah menempuh hiruk-pikuk revolusi seperti Indonesia. Para pemimpin Indonesia meyakini, de facto, Inggris masih berkuasa.

Dalam pandangan Presiden Sukarno, pembentukan federasi Malaysia bakal membuat Indonesia terjepit beberapa kekuatan neo-imperalis. "...di sebelah utara terdapat bekas jajahan Inggris yaitu Malaya sampai Kalimantan Utara; di Selatan, ada Australia dan Selandia Baru," tulis John Legge, akademisi yang menyusun biografi Sukarno.

Entah kebetulan atau direkayasa, ada cukup banyak warga Kalimantan Utara yang tak antusias dengan ide federasi Malaysia. Penentangan paling kuat tampak di Brunei. Partai Rakyat Brunei yang dipimpin Syaikh AM Azahari melancarkan pemberontakan pada Desember 1962. Mereka ingin berdiri sendiri sebagai negara.

Azahari telah lama menjalin hubungan baik dengan pihak militer Indonesia. Terkhusus, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal AH Nasution.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman



Namun, hanya dalam beberapa bulan, pemberontakan Azahari dan kawan-kawan dapat dipadamkan. Sultan Brunei meminta bantuan Inggris yang segera mengirim serdadu khas mereka dari kaum Gurkha.

Sebenarnya kontak senjata Indonesia-Malaysia telah meletus sejak April 1962. Sekelompok tentara Indonesia terlibat bentrok dengan militer Malaya di Sarawak. "Ada 34 bentrokan sampai akhirnya Malaysia dideklarasikan pada 16 September 1963," tulis Harold Crouch yang meneliti secara intensif perjalanan militer Indonesia.

Di sela-sela itu semua, sempat digelar perundingan--yang juga melibatkan Filipina. Disepakati akan ada jajak pendapat di Kalimantan Utara pada Agustus 1963. Cuma, belum lagi hasil jajak pendapat diumumkan, tanggal deklarasi federasi Malaysia telah ditetapkan, yaitu 16 September 1963. Indonesia pun tak bisa lagi menahan diri.

Di Jakarta, ribuan demonstran menyerang kantor Kedubes Inggris dan Malaya. Di Kuala Lumpur, Kedubes Indonesia gantian diserang. Pada 17 September 1963, hubungan diplomatik Malaya-Indonesia akhirnya berakhir.

Pada 3 Mei 1964, Sukarno mencetuskan Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Yaitu, pertama, pertinggi ketahanan Revolusi Indonesia. Kedua, bantu perjuangan rakyat Malaya, Singapura, Sabah, dan Sarawak untuk menghancurkan Malaysia.

Indonesia kemudian menyatakan keluar dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), pada Januari 1965, setelah Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Tapi, sesungguhnya tak pernah terjadi perang besar-besaran. Hanya terjadi kontak senjata sporadis di wilayah perbatasan. Atau, pengiriman kelompok kecil anggota militer untuk melakukan sabotase. Seperti halnya dilakukan Usman dan Harun dengan meledakkan MacDonald House di Singapura pada 10 Maret 1965.

Singapura sendiri akhirnya mengumumkan pemisahan diri dari Malaysia pada Agustus 1965. Pertikaian etnis Melayu-China yang tak kunjung reda menjadi penyebab utama 'perceraian' mereka.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia usai saat Sukarno diturunkan dari kursi kekuasaan. Orde Baru kemudian memulihkan hubungan dengan Sang Tetangga. (Yus)


Baca juga:

Singapura-Malaysia Perkuat Kerja Sama Militer
Istana: Nama KRI Usman-Harun Tidak Akan Diubah
Panglima TNI: Saya Tidak Terima Usman-Harun Disebut Teroris

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.