Liputan6.com, Jakarta - Para ASN dan pegawai Pemerintah Provinsi Jakarta harus menggunakan moda transportasi publik untuk berangkat kerja, pelaksanaan tugas, dan pulang dari tempat kerja. Kebijakan itu mulai berlaku per hari ini, Rabu (30/4/2025).
Kebijakan Pemprov ini mendapat beragam tanggapan. Salah satunya datang dari Lanny Subekti, guru di SDN Cipinang 03, Jakarta Timur, yang mengaku tidak keberatan selama dilakukan sewajarnya. Sebagai pengguna angkutan umum, Lani menilai aktivitas tersebut bukan hal baru baginya.
Baca Juga
“Karena sering naik angkutan umum ya, itu mah biasa aja. Ya setuju saja,” ujarnya saat diwawancarai, Rabu (30/4/2025).
Advertisement
Namun, Lanny menekankan bahwa jika diterapkan setiap hari, kebijakan tersebut bisa memberatkan. Ia lebih setuju jika frekuensinya ini dibatasi pada hari tertentu saja. “Kalau tiap hari, ya tidak harus tiap hari. Kayaknya cukup Rabu aja,” tuturnya.
Meski demikian, Lanny melihat sisi positif dari kebijakan ini, terutama dari aspek kesehatan. “Ya sekali-sekali, buat menyehatkan badan, jalan kaki,” tambahnya dengan nada santai.
Hal senada diungkapkan Yuli Nur'aini, guru di SDN Cipinang 03. Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), ia akan mengikuti kebijakan pemerintah ini.
"Kalau berbicara masalah kebijakan, kita sebagai ASN harus mengikuti, ya, apapun kebijakan yang sudah ditetapkan," ujar Yuli saat ditemui, Rabu (30/4/2025).
Namun begitu, ia menilai penting untuk memperhatikan faktor efisiensi, baik dari sisi waktu maupun biaya. Mengingat tempat tinggalnya di kawasan Jatiengara, Cakung, ia harus naik turun angkutan umum untuk sampai ke sekolah.
"Ketika berhitung secara ekonomis, saya dan rumah saya harus nyambung tiga kali angkot," kata dia.
Yuli menjelaskan bahwa untuk sekali jalan, ia harus mengeluarkan biaya sekitar Rp12.000, sehingga total pulang-pergi mencapai Rp24.000 per hari. Biaya tersebut, ungkapnya, setara dengan pengeluaran bensin pribadi selama seminggu.
"Itu kurang lebih biaya bensin saya selama seminggu," ujarnya.
Angkutan Khusus Bagi Guru
Yuli juga mengeluhkan bahwa meskipun tersedia layanan transportasi seperti Jaklingko, rutenya tidak langsung ke sekolah. Ia tetap harus transit beberapa kali, yang memakan waktu dan tenaga. "Jaklingko ada, tapi menyambung. Tiga kali menyambung" tambahnya.
Sebagai solusi, Yuli mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan penyediaan angkutan khusus bagi guru, seperti yang sudah diterapkan di sejumlah BUMN.
"Alangkah baiknya kalau nanti arahnya ke setiap lembaga diberi angkutan khusus seperti BUMN yang sudah ada. Kayaknya itu lebih make sense," tutup Yuli.
Advertisement