Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengikuti tes wawancara seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029, Selasa (17/9/2024).
Menurut dia, ada sejumlah pertanyaan yang ditanyakan tim pewawancara yakni, soal perbaikan KPK dan integritas.
Baca Juga
"Alhamdulillah bahwa wawancara berlangsung dengan baik dan lancar dan pertanyaannya sangat fundamental bagi perbaikan KPK kedepan dan khususnya terkait masalah integritas yang harus manjadi bagian yang betul-betul dimiliki oleh pimpinan KPK kedepan," jelas Harli kepada wartawan usai mengikuti tes capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Advertisement
Selain itu, dia juga ditanya soal bagaimana membangun kepercayaan publik atau public trust terhadap KPK. Di sisi lain, Harli menilai sektor swasta harus dilibatkan dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Saya kira itu tadi penekanan terkait soal integritas kemudian bagaimana membangun hubungan KPK dengan dewan pengawas kedepan nah bagaimana membangun public trust, mengembalikan public trust yang selama ini dimiliki KPK dan komitmen terkait dengan termasuk sektor-sektor swasta yang harus dilibatkan dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," tuturnya.
Harli menyampaikan dirinya akan melakukan evaluasi terkait indepedensi dan integritas KPK apabila terpilih menjadi Pimpinan KPK. Dia juga akan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga lain dan aparat penegak hukum untuk penegakan korupsi.
"Saya kira pertanyaan itu juga menjadi bahan evaluasi bagaimana soal komitmen soal independensi soal integritas soal kolaborasi-kolaborasi dengan berbagai sektor misalnya dengan BPK, BPKP, PPATK yang lebih khusus lagi kolaborasi bersama aparat penegak hukum," ujar Harli.
Â
Pertanyaan Lain
Dia juga mendapat pertanyaan bagaimana penindakan KPK apabila ada dugaan keterlibatan aparat penegak hukum. Harli memastikan akan memegang prinsip semua orang sama dimata hukum.
"Semua berpulang kepada prinsip hukum equality before the law itu yang saya sampaikan bahwa kita kembalikan saja ke norma siapapun bersama kedudukannya dalam hukum," ucap Harli.
Sebelumnya, Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya mengatakan, dari 20 nama capim KPK yang disampaikan oleh pansel, pihaknya masih menemukan nama dengan setumpuk persoalan. Baik kompetensi maupun integritasnya.
"Misalnya, ada sejumlah nama yang sebelumnya pernah dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik, seperti Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan. Berkenaan dengan hal tersebut, proses seleksi kali ini menggambarkan bahwa Pansel belum maksimal menggali rekam jejak mereka," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/9/2024).
Diky menegaskan, sebenarnya ada banyak kanal informasi yang bisa dimanfaatkan oleh Pansel untuk mengetahui hal tersebut, salah satunya Dewan Pengawas KPK.Â
"Bukan cuma persoalan integritas, dalam lingkup kompetensi, kami juga melihat ada pejabat struktural KPK yang masih diloloskan oleh Pansel, yaitu, Tanak. Padahal, di bawah kepemimpinannya, lembaga pemberantas korupsi itu kerap dipersepsikan negatif oleh masyarakat, serta kerap menimbulkan kegaduhan," jelas dia.
"Jika model kepemimpinannya begitu, lalu untuk apa tetap diloloskan? Bukankah hanya akan mengulangi hal yang sama jika kelak ia terpilih?," sambungnya.
Selain itu, dia juga menyebut dari 20 orang kandidat, 45 persen atau sekitar 9 orang di antaranya berasal dari klaster penegak hukum, baik aktif maupun purna tugas.Â
"Dari situasi ini tentu timbul pertanyaan sebagai berikut; Apakah Pansel sedari awal memang mengharapkan KPK diisi oleh para aparat penegak hukum? Bila itu benar, maka ada sejumlah potensi pelanggaran dan kesesatan berpikir pada cara pandang tersebut," tutur Diky.
Advertisement
Mereka yang Diloloskan, Masih Punya Jejak Buruk
Sekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia (TII) Danang Widoyoko menyayangkan keputusan pansel, lantaran masih meloloskan nama-nama yang jelas memiliki rekam jejak buruk dan tidak memiliki prinsip anti korupsi.
"Nama-nama tersebut, Ibnu Basuki Widodo dari kontingen hakim yang pernah melarang jurnalis untuk meliput kasus mega korupsi E-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Lalu Irjen Pol Sang Made Mahendra Jaya yang merupakan Pj Gubernur Bali diduga kuat memerintahkan pembubaran dan intimidasi terhadap panitia People’s Water Forum tahun 2024 dengan melibatkan ormas," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/9/2024).
Menurut Danang, kedua sosok itu yang masih diloloskan pansel dalam uji kompetensi ini jelas menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan dan ketidakseriusan untuk memilih figur yang berintegritas dalam proses pemilihan capim-dewas KPK ini.
"Proses seleksi pimpinan dan dewan pengawas ini hanyalah bentuk kompromi politik bukan profesionalitas. Jangan sampai pansel membuat KPK bunuh diri berkali-kali dan justru menghadirkan ‘boneka baru’ untuk jadi alat politik rezim ke depan," ungkap dia.
Danang menuturkan, sangat terlihat jelas bahwa pansel hanya memilih berdasarkan keterwakilan kontingen (APH,Internal KPK, PNS), dan tidak melihat berdasarkan rekam jejak setiap kandidat sejara objektif.
"Hal ini terbukti dari 20 kandidat Capim dan Dewas KPK yang lolos seleksi hanya menunjukkan keterwakilan saja tetapi tidak menyasar pada integritas, kemampuan dan keberpihakan pada agenda pemberantasan korupsi," ungkap dia.
"Pansel sepatutnya tegas memangkas nama-nama yang sudah jelas memiliki rekam jejak buruk yakni tidak patuh hukum, tidak lapor LHKPN, termasuk kinerja pada jabatan sebelumnya," pungkasnya.