Sukses

Pakar Heran Kejahatan Narkotika di Indonesia Banyak, Tapi Pelaku Jarang Dijerat TPPU

Dalam mengusut perkara Teddy Minahasa, Polri tak menjeratnya dengan TPPU, sehingga tak bisa mengambil semua aset yang diduga hasil pidana.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih mengaku heran dengan jarangnya penegak hukum menjerat pasal TPPU kepada pelaku kejahatan narkotika. Padahal, kejahatan narkotika di Indonesia terbilang banyak.

"Nah Indonesia ini aneh kejahatan narkobanya bayak tapi jarang pakai TPPU. Nah sekarang ini kalau sampai enggak, ya kebangetan kan," ujar Yenti berbincang dengan Liputan6.com dikutip Minggu (17/9/2023).

Yenti mencontohkan dalam pengusutan kasus narkotika yang melibatkan mantan perwira tinggi Polri Teddy Minahasa. Dalam mengusut perkara Teddy, Polri tak menjeratnya dengan TPPU, sehingga tak bisa mengambil semua aset yang diduga hasil pidana.

"Seperti Teddy, kan enggak ada TPPU-nya, aneh sekali," kata dia.

Atas dasar tersebut, Yenti mendorong Polri serius menjerat gembong narkoba Fredy Pratama dengan pasal TPPU. Setidaknya, dengan menjerat gembong narkoba dengan TPPU bisa membuat jera para gembong narkoba.

"Jadi ini harus didorong dan betul-betul kita kawal," kata Yenti.

Sebelumnya, Yenti mendorong Bareskrim Polri dapat menyita seluruh aset gembong narkoba Freddy Pratama yang diduga dihasilkan dari tindak pidana. Yenti berharap hal itu agar membuat jera para pelaku kejahatan narkotika.

Selain itu, Yenti juga mendesak Polri mengungkap semua pelaku yang terlibat di dalam jaringan Freddy Pratama. Setidaknya, menurut Yenti jika hal itu dilakukan nantinya tak ada celah bagi para gembong narkotika mengendalikan peredaran barang haram dari dalam bui.

"Ini betul-betul bukan hanya TPPU, tapi narkotikanya harus dibuka semua, dengan membuka semua pelaku narkotika maka TPPU-nya akan semkain banyak," ujar Yenti berbincang dengan Liputan6.com dikutip Minggu (17/9/2023).

Yenti menyebut, keseriusan Polri mengusut dan mengungkap semua pelaku kejahatan gembong Freddy Pratama ini bisa menjadi pelajaran bagi yang lain agar tak melakukan kejahatan serupa.

"Itu yang diharapkan membuat jera dan mecegah yang laen jadi gembong," kata Yenti.

Polisi hingga kini masih memburu gembong narkoba Fredy Pratama dan sepasang suami istri yang mengelola duit haram itu.

Kedua orang itu yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi, yakni Frans Antony (FA) dan Petra Niasi (PN) yang merupakan pasangan suami istri (pasutri).

"Ini adalah sebagai orang-orang keuangannya. Yang cewek sama cowok. Suami istri," kata Direktur Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa kepada wartawan, Kamis (14/9/2023).

Mukti menyebut keduanya merupakan warga negara Indonesia yang bekerja sebagai kaki tangan langsung dari Fredy Pratama. Dengan, proses pencarian difokuskan ke luar negeri.

"Kaki tangannya dong Warga Negara Indonesia semua. Masih di luar negeri," katanya.

Jenderal Bintang Satu itu mengatakan perburuan terhadap FA dan PN. Dilakukan sejalan dengan terbitnya rednotice dan dijalankannya operasi 'Escobar' untuk menangkap Freddy selaku otak dari sindikat narkoba.

"Kan sekarang baru kebongkar sindikatnya semua. Sindikatnya terbongkar dari mulai Mei kemarin terbongkar semua. Makanya terbit lah red notice oleh Hubinter, udah keluar," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lacak Aset Fredy Pratama

Selain memburu Fredy Pratama, polisi juga tengah melacak asetnya sebagai upaya penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sejauh ini telah disita aset senilai Rp273 miliar dari keluarga Fredy.

"Rp273 miliar yang baru disita. Seluruh aset yang ada pada keluarga FP," kata Mukti.

Namun demikian, menurut Mukti, keluarga tidak terkait dengan bisnis perdagangan narkoba yang dijalankan Fredy. Mereka didalami hanya terkait TPPU untuk kepentingan pelacakan aset milik gembong narkoba tersebut.

"Mereka (keluarga sejak 2014) juga tidak mengetahui (keberadaan Freddy). TPPU saja (pendalaman keluarga)," jelas Mukti.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.