Sukses

KPK Didemo, Diminta Usut Dugaan Korupsi DJPL di Bintan

Sejumlah massa menggeruduk Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelompok berasal dari Koalisi LSM Kota Batam, Kepulauan Riau ini mendesak KPK untuk memproses Laporan Dugaan Korupsi Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) Pascatambang di Kabupaten Bintan tahun 2010-2016.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah massa menggeruduk Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelompok berasal dari Koalisi LSM Kota Batam, Kepulauan Riau ini mendesak KPK untuk memproses Laporan Dugaan Korupsi Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) Pascatambang di Kabupaten Bintan tahun 2010-2016.

“Karena unsur-unsur tindak pidana korupsinya jelas dan nyata terhadap Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 9 UU Pemberantasan Korupsi,” ujar Syahrial Lubis perwakilan LSM dalam orasinya, Rabu (1/2/2023).

Syahrial menduga, Mantan Bupati Bintan periode 2006-2011 dan 2011-2016, Ansar Ahmad - yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Provinsi Kepri 2020-2024 telah menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan terhadap DJPL pascatambang di Bintan periode 2010-2016. Menurut dia, yang bersangkutan juga diduga telah menarik simpanan DJPL di PD BPR Bintan karena sejumlah alasan.

“Pertama, Kepala PD BPR diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Bintan, kedua, Rekening Setaran DJPL pascatambang di PD BPR Bintan semuanya atasnama Bupati Bintan QQ perusahaan tambang dan ketiga, perusahaan tambang tidak bisa menarik setoran DJPL pascatambang tanpa persetujuan dan rekomendasi dari Bupati Bintan,” jelas Syahrial.

Syahrial menambahkan, DJPL pascatambang yang disetor perusahaan tambang seharusnya jumlahnya triliunan rupiah, jika dihitung dan diterapkan secara benar. Namun hal itu tidak terwujud sebab diduga ada konspirasi dan toleransi dengan kompensasi antara Bupati Bintan dan para pengusaha tambang di Bintan agar bisa membayar setoran DJPL sebatas gugur kewajiban dan mendapatkan ijin eksplorasi tambang.

Syahrial mencatat, Mahkamah Agung dalam Putusan Kasasi Nomor 2961/K/PDT/2015 - bisa menjadi jurisprudensi atas nilai pembayaran DJPL pascatambang; di mana dalam putusan tersebut salah satunya diperintahkan kepada PT. Gandasari Resource membayar DJPL sebesar Rp. 49,9 miliar. Padahal PT. Gandasari Resource hanya menambang tidak sampai setahun pada tahun 2013.

“Menurut data kami, perusahaan tambang yang beroperasi di Bintan dalam kurun waktu tersebut ada hampir seratus perusahaan. Jadi, jika ada 10 perusahaan saja yang mendapatkan kuota ekspor hasil tambang 2 juta ton pertahun perperusahaan, maka satu perusahaan wajib menyetor DJPL sebesar Rp 100 miliar. Tinggal dikali per jumlah total perusahaan dan tahun lamanya eksplorasi,” rinci dia.

Syahrial mengungkap, hasil investigasi lapangan yang dilakukan pada pertengahan Bulan Desember 2022 - menunjukkan fakta lahan bekas tambang dibiarkan rusak tanpa dilakukan reklamasi dan rehabilitasi lingkungan. Sehingga hal itu menjadi pertanyaan besar hilangnya DJPL pascatambang yang disetor di BPR Bintan yang hampir setiap akhir tahun kasnya kosong.

“Hasil investigasi kami terhadap informasi tentang seseorang membawa uang ke Singapura sekira tahun 2014 sudah kami temukan saksi mata dan nakodah kapal ferry nya, dan informasi nya sudah kami sampaikan kepada KPK,” yakin Syahrial.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sejumlah Bukti Menguatkan Dugaan Rasuah

Syahrial lalu menyebut, Bupati Bintan saat ini, Roby Kurniawan adalah anak kandung Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan diyakini secara tiba-tiba membuat program Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan bantuan dari KLH dan menggunakan APBD. Hal diyakini memperkuat dugaan adanya korupsi terhadap Dana DJPL pascatambang mengingat dana itu tidak ada kejelasan penggunaan dan posisinya.

“Bahwa kewajiban melakukan reklamasi dan rehabilitasi lingkungan bekas tambang seharusnya ada ditangan pengusaha tambang, kalau pemerintah yang melakukan harusnya menggunakan DJPL yang sudah disetor bukan menggunakan APBD atau bantuan pihak lain,” jelas dia.

Syahrial meyakini, atas dasar temuan dan kajian itu, unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam pengelolaan DJPL pascatambang di Bintan sudah terpenuhi dan tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan secara lebih mendalam terhadap para terduga pelaku.

“Tidak perlu ada alasan bagi KPK untuk tidak memproses kasus DJPL pascatambang di Bintan itu secepatnya, kecuali ada hal-hal besar yang sedang ditangani KPK,” harap dia menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara untuk memberantas tindak pidana korupsi
    Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara untuk memberantas tindak pidana korupsi

    KPK