Sukses

Program Kampus Merdeka Dinilai Dorong Riset dan Inovasi Pengurangan Risiko

Inovasi yang diciptakan seyogyanya tidak hanya terbatas pada unsur kebaruan namun juga mampu menggerakkan perubahan demi memitigasi risiko di masa depan.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah meluncurkan program Kampus Merdeka sejak tahun 2020. Program ini digagas untuk mendorong perguruan tinggi melakukan riset dan inovasi demi mencapai perubahan yang transformatif di berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan dan lingkungan.

Sehubungan dengan program tersebut, Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) mengadakan acara webinar yang mengusung tema "Peranan Universitas dalam Mendorong Inovasi dan Mengurangi Risiko Kesehatan dan Lingkungan" yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Rabu (8/12/2021).

Dalam webinar ini para narasumber yang terdiri dari peneliti dan pakar secara rinci membahas mengenai riset dan inovasi di bidang kesehatan dan lingkungan, utamanya terkait konsep pengurangan risiko (harm reduction).

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim, mengatakan situasi pandemi menunjukkan secara lebih jelas hal-hal yang menjadi prioritas, di antaranya kebutuhan untuk menghadirkan inovasi yang transformatif dalam dunia riset kesehatan dan lingkungan dengan perspektif pengurangan risiko.

Dalam pidatonya Mendikbudristek menjelaskan bahwa inovasi yang diciptakan seyogyanya tidak hanya terbatas pada unsur kebaruan namun juga mampu menggerakkan perubahan demi memitigasi risiko di masa depan.

"Sebagai contoh misalnya ada inovasi yang berfokus pada efektivitas daur ulang sampah, pengurangan bahaya tembakau, dan berbagai upaya baru untuk mengedepankan sanitasi dan kesehatan masyarakat," ujar Nadiem.

Sementara Founder & Chairman Chapters Indonesia, Luthfi Mardiansyah, menyatakan program Kampus Merdeka mendorong para perguruan tinggi dan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar di luar spektrum pembelajaran di ruang kelas termasuk riset.

Dukungan aktif dari perguruan tinggi kepada peserta didik untuk melakukan riset diharapkan mampu mengeliminasi sekat-sekat yang sebelumnya menghalangi mereka melakukan penelitian terhadap isu-isu yang diminatinya.

"Kami mengapresiasi Kampus Merdeka yang diinisiasi Menteri Nadiem Makarim beserta jajarannya karena program unggulan ini akan semakin mendorong para perguruan tinggi dan peserta didik di Indonesia semakin berani untuk melakukan kajian di berbagai isu. Dukungan positif dari pemerintah ini harus dimaksimalkan agar semakin meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan peserta didik Tanah Air," ucap Lutfhi.

Sedangkan Mantan Direktur Kebijakan Penelitian dan Kerja Sama Badan Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu, mengungkapkan konsep pengurangan risiko merupakan salah satu topik yang masih minim diteliti oleh perguruan tinggi di Indonesia. Padahal, konsep ini menawarkan strategi promosi kesehatan untuk mengurangi konsekuensi berbahaya dari perilaku berisiko.

Dengan manfaat besar yang diberikan oleh konsep ini, perguruan tinggi dan peserta didik harus mulai tergerak untuk melakukan penelitian lebih lanjut demi terciptanya perbaikan kualitas publik.

"Konsep pengurangan risiko seringkali dikaitkan dengan isu-isu sensitif seperti pengurangan bahaya tembakau sehingga masih sedikit yang meneliti. Apabila dilihat lebih jauh, konsep pengurangan risiko tembakau memiliki manfaat yang besar untuk perbaikan kesehatan publik. Kehadiran program Kampus Merdeka diharapkan menghapus batasan yang selama ini menghambat perguruan tinggi untuk meneliti isu-isu sensitif demi menghadirkan solusi bagi permasalahan kesehatan dan lingkungan," kata Tikki.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Realisasi Program Kampus Merdeka

Kepala Laboratorium Pengujian Kaliberasi dan Sertifikasi serta Dosen Kimia IPB, Dr. Mohammmad Khotib, S.SI, M.SI, mengatakan kampusnya telah menjalankan program Kampus Merdeka dengan melakukan penelitian inovatif terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Penelitian terhadap produk tembakau alternatif ini untuk membuktikan kebenaran produk tersebut yang telah menerapkan konsep pengurangan risiko.

"Kami yakin program Kampus Merdeka mendorong peneliti, termasuk peserta didik di kampus untuk menghasilkan kajian serta inovasi di beragam bidang, salah satunya konsep pengurangan risiko tembakau melalui produk tembakau yang dipanaskan. Kami meneliti produk tembakau yang dipanaskan karena minimnya riset terhadap produk ini di dalam negeri," kata Khotib.

Hasil dari penelitian awal tersebut menunjukkan fakta bahwa produk tembakau yang dipanaskan secara signifikan mengurangi rerata 80%-90% dari senyawa berbahaya seperti Nitrogen Dioksida (N02), Sulfur Dioksida (S02), dan Reactive Oxygen Species (ROS) dibandingkan dengan rokok.

"Kami akan terus melanjutkan studi ini dengan harapan mendapatkan lebih banyak lagi temuan sehingga nantinya data yang dihasilkan lebih komprehensif," ujar Khotib.

Selain pengurangan risiko tembakau, program Kampus Merdeka juga mendorong inovasi dan kajian baru terkait pengurangan risiko pada isu lingkungan. Prof. Endang Sukara Ph.D, pakar Life Science yang merupakan Wakil Ketua LIPI, anggota AIPI, dan Guru Besar UNAS menjelaskan bahwa inovasi serta penelitian di bidang bioteknologi harus lebih banyak didorong oleh universitas karena berpotensi besar mengurangi risiko kesehatan dan lingkungan.

"Dalam konteks pengurangan bahaya lingkungan, penelitian terkait restorasi ekosistem daratan, hutan, dan ekosistem laut dalam skala nasional dan global melalui riset trans atau meta disiplin dapat menjadi awal solusi penyelesaian masalah lingkungan dan mendulang keuntungan dari proses konservasi pemanfaatan secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan," paparnya.

Dalam webinar tersebut, CHAPTERS juga turut mengundang dua narasumber lainnya yaitu Dosen KK Farmakokimia dari Sekolah Farmasi ITB, Dr. rer.nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si, dan Direktur Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM, Dr. Riza Arfani MA.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.