Sukses

Maksimalkan WFH, Pemprov Jateng Pantau Prokes Perusahaan Padat Karya di Zona Merah

Diketahui total hingga saat ini, sebanyak 8.471 perusahaan telah dipantau, agar memaksimalkan WFH dan giliran kerja.

Liputan6.com, Jakarta Selama pandemi, tak sedikit karyawan yang mengikuti aturan untuk bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan giliran kerja. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ketat menerapkan pengawasan terhadap perusahaan padat karya, soal penerapan protokol kesehatan.

Diketahui total hingga saat ini, sebanyak 8.471 perusahaan telah dipantau, agar memaksimalkan WFH dan giliran kerja. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng Sakina Rosellasari mengatakan, penerapan WFH dan giliran kerja dimaksudkan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19.

Di zona risiko tinggi penularan Covid-19, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemda setempat. Selain itu hal yang perlu diketahui bahwa saat ini klaster keluarga masih menjadi risiko penularan tertinggi, dengan 62,6%. Sementara klaster perusahaan sebanyak 8% dan klaster perkantoran 2%, dari total kasus.

"Untuk tenaga kerja di Kudus, terinfo bahwa perusahaan di Kudus untuk bagian administrasi bekerja dari rumah atau WFH. Kalau untuk yang bagian produksi ada jadwal shiftnya. Untuk perusahaan di padat karya seperti itu," jelas Sakina seusai mengikuti rapat penanggulangan Covid-19 di Kantor Gubernur Lantai 2, Senin (14/6) sore.

Sakina menuturkan, dari 8.471 perusahaan yang dicek rerata sudah menerapkan protokol kesehatan sesuai arahan. Khusus di Kudus, Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah, telah melakukan pemantauan terhadap 777 perusahaan.

Namun demikian, Sakina tidak menampik kenyataan adanya kemungkinan transmisi dari luar perusahaan. Oleh karenanya, kewaspadaan harus ditingkatkan oleh pihak manajemen.

"Tetapi kan ada juga mobilisasi dari pekerja. Nah itu kami harapkan prokes ketat. Harus ada kewaspadaan akan varian baru," imbuhnya.

Sakina menyebut, hingga saat ini belum ada opsi untuk melakukan lockdown terhadap perusahaan. Ini karena, kebanyakan perusahaan kini dalam tahap produksi.

"Sementara belum ada. Oleh karenanya perusahaan harus me-manage sedemikian rupa. Alternatif lockdown belum ada, karena perusahaan sudah terikat dengan buyer dan produksi harus diselesaikan. Di situlah pekerja harus mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja," ujar Sakina.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini